Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik yang mantan Ketua Umum PB HMI, Anas Urbaningrum, di Jakarta, Selasa, menilai jumlah Parpol peserta Pemilu 2009 yang diputuskan KPU sebanyak 34 merupakan kegagalan dalam menyederhanakan sistem kepartaian. "Jumlah 34 Parpol itu terlalu banyak. Bandingkan dengan Pemilu 2004, yang hanya diikuti oleh 24 Parpol. Jadi semangat untuk menyederhanakan sistem kepartaian, pada titik ini, tidak berhasil," katanya. Sebelumnya, KPU mengumumkan sebanyak 34 partai politik (Parpol) nasional (16 lama dan 18 baru) ditambah enam Parpol lokal di Aceh lolos menjadi peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2009. Menurutnya, kegagalan KPU ini merupakan kegagalan bersama yang harus diterima sebagai kenyataan demokrasi. "Kita sama-sama melihat ini sebagai ketidakberhasilan bersama, namun demikian karena sudah dinyatakan memenuhi syarat oleh KPU, kita harus terima sebagai kenyataan demokrasi," kata salah satu Ketua DPP Partai Demokrat itu. Sementara bagi Parpol yang tidak lolos, ia menyarankan untuk meleburkan diri ke dalam Parpol lain agar potensi politiknya tetap bisa didayagunakan dalam Pemilu 2009. Sebelumnya, secara terpisah, pakar dan pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif `Sugeng Sarjadi Syndicate` Sukardi Rinakit menegaskan, hanya Parpol baru bersumberdaya politik kuat dan memiliki figur alternatif sebagai Calon Presiden RI yang bakal jadi pilihan rakyat. "Minimal partai politik baru seperti itulah yang bakal menarik minat dan perhatian rakyat pemilih. Tetapi menghadapi Pemilu 2009 mendatang, karena pilihan Parpol masih terlalu banyak, maka saya memperkirakan preferensi publik tetap memilih partai-partai lama atau kepada Parpol yang baru namun punya figur alternatif," katanya. Sukardi mengatakan peta pertarungan politik 34 Parpol tersebut tetap tergantung pada figur yang diusung oleh masing-masing Parpol tersebut. Rakyat Bingung Sukardi Rinakit juga menilai jumlah peserta Pemilu sebesar 34 Parpol terlalu banyak, sehingga akan membuat masyarakat bingung dengan partai-partai baru yang muncul tersebut. "Hanya partai baru yang mempunyai sumberdaya politik kuat, utamanya mempunyai figur alternatif, yang akan mendapatkan perhatian masyarakat," ujarnya. Jumlah partai yang terlalu banyak, lanjutnya, mengakibatkan publik cenderung akan kembali memilih Parpol lama, karena mereka tidak mengenal partai-partai baru itu. (*)

Copyright © ANTARA 2008