Yogyakarta (ANTARA) - Reformasi birokrasi yang dimaksudkan untuk mendorong agar birokrat atau pemerintah membenahi diri serta mampu memberikan pelayanan yang lebih baik kepada publik tampaknya belum berjalan seperti yang diharapkan. "Dorongan ke sana memang sudah ada, namun reformasi birokrasi belum berjalan seperti yang diharapkan," kata sosiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Ari Sudjito di Yogyakarta, Rabu. Ia mengatakan reformasi birokrasi dilakukan untuk membentuk pemerintahan yang lebih akuntabel, transparan dan terkontrol, karena struktur pemerintahan lama dinilai kurang tepat untuk melahirkan `pemerintahan yang baik dan bersih`. "Memang ada beberapa perubahan sejak adanya reformasi birokrasi di antaranya dalam hal perizinan, pelayanan satu atap, atau pada saat penerimaan pegawai negeri sipil (PNS)," katanya. Kata dia, daerah yang sudah mulai melakukan pembenahan birokrasi untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada publik, di antaranya Solok, Yogyakarta dan Sragen. Namun, menurut Ari, masih banyak daerah yang belum mampu melakukan reformasi birokrasi, terbukti masih banyaknya pungutan liar (pungli) di daerah itu. "Mestinya ada perhatian yang lebih untuk mewujudkan `good governance` melalui reformasi birokrasi seperti yang diharapkan mulai dari tingkat terendah hingga nasional," katanya. Dengan birokrasi seperti itu dan terjaga baik, kata Ari masyarakat akan merasakan manfaatnya, dan pemerintah pun akan lebih responsif. Menurut dia, hal paling mendasar yang tidak boleh terlupakan dalam melaksanakan reformasi birokrasi adalah menghilangkan politisasi birokrasi seperti memanfaatkan alat-alat birokrasi untuk kepentingan pilkada. "Sebab, pilkada bertujuan untuk rotasi kekuasaan, sehingga pemanfaatan seperti itu tidak boleh terjadi," katanya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008