Kendari (ANTARA News) - Sistem perekonomian yang dianut Bangsa Indonesia saat ini, sudah saatnya diganti dengan sistem perekonomian nasional, karena tidak mampu lagi memenuhi tuntutan dan kesejahteraan rakyatnya. Sistem ekonomi pasar ala IMF, Bank Dunia, WTO dan lainnya sudah saatnya diganti dengan sistem ekonomi yang lebih berpihak kepada rakyat dan menomorbelakangkan kepentingan konglomerat, kata Ketua MPP DPP PAN, Amien Rais di Kendari, Kamis. Menurut dia, salah satu penyebab kemiskinan yang terus melanda masyarakat Indonesia dari satu periode ke periode berikutnya, karena sistem ekonomi itu sudah tidak mampu lagi menyahuti tuntutan kesejahteraan, kemakmuran, keadilan dan sosial ekonomi masyarakat. Sistem ekonomi seperti IMF, Bank Dunia, WTO dan sistem ekonomi lainnya tidak mampu membawa Indonesia pada kebangkitan ekonomi, karena lebih mengutamakan kepentingan konglomerat yang diwakili para korporasi asing daripada kepentingan nasional dan rakyat Indonesia. "Ini adalah salah satu jawaban mengapa bangsa Indonesia masih terus dilanda kemiskinan yang berkepanjangan dan tidak ada perubahan yang signifikan," ujar Amien Rais yang juga pengamat sosial. Pihaknya menyebutkan bahwa sektor pertambangan adalah sektor yang paling terkorup, sehingga kekayaan minyak bumi yang ada di Indonesia tidak lagi disebut "berkah minyak" tetapi sudah berubah menjadi "kutukan minyak", karena tidak memberikan manfaat kepada masyarakat. Bangsa ini sangat kaya dengan sumber daya alamnya, subur dan makmur, namun warganya masih melarat. Hal itu disebabkan ketidak cocokan antara kesuburan dan kekayaan alam dengan kenyataan yang ada yakni kemiskinan dan kemelaratan yang merata dari Sabang hingga Merauke. Sehingga, kata Amien Rais, sektor pertambangan ini harus direkonstruksi kembali, agar bisa memberikan manfaat yang besar kepada masyarakat Indonesia. Salah satu rekonstruksi di sektor pertambangan adalah meninjau kembali Kontrak Karya (KK) nonmigas dan kerjasama di bidang migas yang dinilai terlalu banyak yang menguntungkan pengusaha asing dan merugikan negara. Jika KK tersebut bisa direkonstruksi ulang, maka "kocek" nasional bisa lebih tebal dan tidak kerepotan mengatasi kekurangan pajak di bidang pendidikan dan kesehatan serta lainnya, katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008