"Oleh karena itu, kami berinovasi untuk memanfaatkan limbah-limbah tersebut menjadi produk pasta gigi herbal alami yang ramah lingkungan," ujar Gallang.

"Dan, ekonomis karena 100 persen berasal dari bahan-bahan olahan limbah, dan bahan-bahan yang tersedia di alam secara gratis," lanjutnya.

Gallang menjelaskan, inovasi pasta gigi berbahan alami tersebut sekaligus ingin membantah anggapan masyarakat bahwa busa pasta gigi merupakan hal yang baik.

Padahal, menurut dia, busa tersebut berasal dari reaksi deterjen sodium sulfat dan deterjen floride yang dapat mencemarkan lingkungan dan berbahaya bagi tubuh.

Pada 2 September 2019, Caktadent telah lulus uji Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam hal uji floride dan uji PH. Selain itu, Caktadent juga telah mengantongi izin edar produk dari BPOM.

Memulai usaha
Bersama Fathan Mubina, Sofia Aprilianti, Aisyah Amalia dan Achmad Rifky Ansyori, Gallang mulai memproduksi Caktadent, yang merupakan singkatan dari Cangkang-Jelantah-Dental di rumahnya.

Baca juga: Kenali 7 tahap psikologi konsumen untuk pemilik toko daring

"Caktadent diproduksi secara manual secara handmade," ujar Gallang.

Gallang menjelaskan pembuatan satu kotak Caktadent hanya memerlukan waktu 30 menit. Namun, proses pemisahan gliserin dari minyak jelantah membutuhkan waktu lebih lama, yaitu dua hingga tiga hari.

Olahan gliserin dapat dibuat untuk 40 bungkus pasta gigi Caktadent.

Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Imam Santoso
Copyright © ANTARA 2019