Surabaya (ANTARA News) - Menteri Perindustrian, Fahmi Idris mengemukakan, pemerintah kini sedang berusaha merumuskan "Domestic Market Obligation" (DMO), aturan mengenai batas tertentu batubara dapat diekspor, agar kebutuhan batubara dalam negeri tetap tercukupi. "Kita sedang merumuskan, agar nantinya jika industri mengalihkan operasionalnya dengan batubara tidak kesulitan pasokan", katanya dalam Forum Komunikasi antara Departemen Perindustrian Bersama Menteri Terkait Dengan Para Pengusaha Jatim, di Surabaya, Selasa. Ia mengakui, sejumlah industri, khususnya industri pertekstilan, sudah banyak yang mulai mengalihkan kegiatan usahanya dengan menggunakan batubara, seperti yang dilakukan industri tekstil di Jabar sebagai sentra tekstil terbesar di Indonesia. Namun, harga batubara di pasar dunia kini juga cenderung terus naik, bahkan menembus 100 dolar AS per ton. Karena itu, agar batubara tidak semuanya dieskpor seiring dengan menguatnya harga komoditi tersebut serta pasokan di dalam negeri tetap lancar dan cukup, pemerintah sedang berusaha mengatur mengenai DMO-nya. Apalagi, tekstil dalam 5-6 tahun terakhir memberikan kontribusi yang besar terhadap ekspor nonmigas Indonesia, yakni sekitar 10,2 miliar dolar AS. Dampak Lumpur Sementara itu, Gubernur Jatim, Imam Utomo dalam sambutannya mengemukakan bahwa meski ekspor nonmigas Jatim selama ini cenderung naik, tapi dampak luapan lumpur Lapindo di Sidoarjo selama ini masih menjadi hambatan dunia usaha yang cukup serius. Ekspor nonmigas Jatim pada 2006 sebanyak 6,8 juta ton senilai 8,74 miliar dolar AS, sedangkan pada 2007 sebanyak 8,24 juta ton senilai 11,43 miliar dolar AS. Dari ekspor nonmigas tersebut, menurut Imam Utomo, manufaktur memberikan kontribusi sebesar 91,97 persen, pertanian 7,57 persen dan pertambangan sekitar 0,5 persen. Namun, kegiatan ekspor nonmigas itu selama ini masih terhambat dampak luapan lumpur Lapindo di Sidoarjo, karena akses transportasi di kawasan tersebut sering tidak lancar. Selain itu, industri manufaktur yang memberi kontribusi sangat signifikan bagi ekspor nonmigas Jatim, kini juga dihadapkan masalah pasokan gas dan listrik. Permintaan gas untuk industri di Jatim cenderung terus meningkat. Pada 2006 sekitar 107,2 juta meter kubik per hari, pada 2007 menjadi 149,4 juta meter kubik per hari. Permintaan gas itu diantaranya untuk memenuhi kebutuhan industri kimia, gelas dan keramik, industri makanan dan industri kertas. "Tingkat kebutuhan pasokan listrik industri di Jatim kini juga semakin meningkat. Diperkirakan pasokan listrik untuk industri di Jatim tahun depan tidak akan mencukupi lagi", katanya menegaskan. Menteri Perindustrian, Fahmi Idris mengakui bahwa saat ini tidak "nyambung" antara hasrat untuk tumbuh yang luar biasa tinggi dengan faktor-faktor yang belum sepenuhnya tertangani. Tapi, terkait dengan pasokan listrik, pemerintah kini telah mengupayakan untuk menambah pasokan 10 ribu MW di Indramayu dan Labuan yang diharapkan pada Maret 2009 sudah bisa beroperasi, serta 10 ribu MW yang akan beroperasi pada 2012. Dengan demikian, pada 2012 pasokan listrik bisa mencapai 45 ribu MW. (*)

Copyright © ANTARA 2008