Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Republik Indonesia menilai kasus pelanggaran hak azasi manusia menjelang dan pasca jajak pendapat 1999 di Timor Timur selesai dengan penyerahan laporan akhir Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) dan tidak akan mengarah kepada proses hukum, baik nasional maupun internasional. "Saya meyakini ini sudah selesai, tidak akan mengarah ke proses hukum karena mengedepankan langkah-langkah damai," kata Juru bicara Departemen Luar Negeri, Teuku Faizasyah, di Jakarta, Jumat. Menurut Faiza, dalam acara serah terima itu perwakilan parlemen Timor Leste juga telah mengatakan bahwa ada konsensus nasional di Timor Leste untuk menerima hasil KKP. "Dari sisi kedua negara, masalah itu (kasus 1999) telah dianggap selesai, ... telah ada legitimasi dari pemerintah tentang itu," katanya. Faiza juga mengatakan, melalui KKP, dua negara demokratis ini telah sepakat untuk menyelesaikan isu sejarah yang kurang menyenangkan itu secara damai dan membangun hubungan baik ke depan. Oleh karena itu, lanjut dia, kedua negara tentu saja berharap niat baik dua pemerintah itu dapat diterima oleh institusi-institusi internal. "Tidak ada kekhawatiran (atas isu membawa kasus itu ke Mahkamah Internasional),...Tapi kita amati juga dinamika internasional," katanya. Pemerintah Indonesia, lanjut Faiza, merujuk pada pengalaman KKR (Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi) di Afrika Selatan. "Hasil dari KKR internal satu negara saja dapat diterima oleh dunia internasional, sedangkan KKP ini adalah dari dua negara berdaulat, jadi kenapa tidak?" katanya. Pemerintah Indonesia, kata dia, tentunya berharap dunia internasional mampu menghormati keputusan kedua pemerintah untuk menyelesaikan konflik sejarah itu melalui KKP. Tak ada reaksi berlebihan Lebih lanjut ia juga mengatakan sejauh ini berdasarkan pemantauan Pemerintah Indonesia, maka tidak ada reaksi berlebihan yang diberikan oleh dunia internasional terkait laporan akhir KKP. "Komunitas internasional tampaknya bisa memahami ini," ujarnya. Sementara itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Timor Leste Jose Ramos Horta secara resmi menerima laporan akhir KKP di Bali, 15 Juli 2008. Awal pekan ini, Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono mengatakan bahwa apa yang terjadi di Timor Leste pada September 1999 harus diterima sebagai "tanggung jawab" bersama dan harus disesali oleh kedua pihak, yang dinyatakan kedua kepala pemerintahan kepada rakyatnya masing-masing. "Jadi, tidak ada perkataan maaf. Yang ada hanyalah penyesalan mendalam oleh kedua pihak, kedua pemerintahan yang dinyatakan oleh kedua presiden kepada rakyatnya masing-masing," ujarnya. Hal itu, katanya, mengingat apa yang ditemukan oleh KKP merupakan bentuk "restorative justice" atau suatu kebenaran dan keadilan yang sifatnya memulihkan hubungan kedua negara, kedua rakyat, sehingga masing-masing pihak tidak akan terlalu mempersoalkan kembali persoalan-persoalan yang dilakukan kedua pihak pada September 1999. KKP adalah sebuah lembaga yang dibentuk Pemerintah Indonesia dan Timor Leste untuk mencari titik terang kerusuhan pasca Jajak Pendapat Timor Timur 1999. KKP dibentuk 9 Maret 2005 dan anggotanya dilantik pada 14 Agustus 2005 dan berkedudukan di Denpasar, Bali. Lembaga ini terdiri atas 10 orang, masing-masing lima dari Indonesia dan lima dari Timor Leste dan dua koordinator masing-masing satu dari Indonesia dan Timor Leste. Anggota dari Indonesia adalah Benjamin Mangkoedilaga (koordinator), Ahmad Ali, Wisber Loeis, Mgr. Petrus Turang, dan Agus Widjojo. Sementara anggota dari Timor Leste adalah Jacinto Alves (koordinator), Dionosio Babo, Aniceto Guterres, Felicidade Guterres, dan Cirilio Varadeles. Selama bertugas, KKP berupaya mengungkap tiga kasus yang terjadi sebelum dan paska jajak pendapat di Timor Timur tahun 1999, yaitu kasus pembunuhan di Gereja Liquica, perusakan rumah Manuel Carrascalao, dan kerusuhan Santa Cruz. Beberapa tokoh yang telah didengar keterangannya oleh KKP antara lain mantan Menlu Ali Alatas, mantan Presiden BJ Habibie, mantan Panglima ABRI Wiranto, mantan Uskup Dili Carlos Felipe Ximenes Belo, mantan Kepala Badan Intelijen ABRI Mayjen (Purn) Zacky Anwar Makarim, mantan Komandan Korem Wiradharma Dili Mayjen Suhartono Suratman, dan mantan Panglima Kodam IX Udayana Mayjen (Purn) Adam Damiri. (*)

Copyright © ANTARA 2008