Khartoum (ANTARA News) - Pemimpin penengah baru Darfur Djibril Bassole melakukan kunjungan pertamanya ke Sudan Minggu ketika ia memulai tugas beratnya untuk menghidupkan kembali proses damai yang macet. "Ini akan menjadi misi yang sulit tapi bukan misi yang tidak mungkin," katanya pada wartawan setelah pembicaraan lama dengan Menteri Negara untuk Urusan Luar Negeri Sudan Ali Karti. Bassole, menlu Burkina Faso, menghadapi sejumlah rintangan untuk menjamin perdamaian. Tidak hanya pengumuman 14 Juli bahwa Pengadilan Pidana Internasional menginginkan surat perintah penangkapan bagi Presiden Sudan Omar Hassan al-Bashir karena pembasmian etnik, kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. "Prioritas saya akan ditentukan oleh Sudan tapi kami harus memperkuat pembicaraan dan minta dihentikannya permusuhan guna menciptakan kondisi bagi pencarian atas solusi politik yang komprehensif," kata Bassole. Tugas Bassole akan diperumit oleh kenyataan ia akan berbicara dalam bahasa Arab atau Inggris, bahasa yang dimengerti oleh orang yang berunding, apakah dari pemberontak atau dari pemerintah. Bassole akan berkantor di kota penting Darfur, el-Fasher, peningkatan tajam atas pendahulunya utusan PBB Jan Eliasson dan timpalannya dari Uni Afrika Salim Ahmed Salim yang sering dikritik karena "diplomasi separuh-waktu" mereka dengan naik jet ke negara itu untuk kunjungan singkat setiap beberapa bulan. Pakar internasional memperkiraan 200.000 orang telah tewas dan 2,5 juta orang diusir dari rumah mereka sejak pemberontak yang sebagian besar bukan-Arab mengangkat senjata awal 2003 dengan menuduh pemerintah pusat mengabaikan (wilayah itu). Dalam lebih dari 18 bulan Salim dan Eliasson gagal mengatur pembicaraan damai yang berarti, sikap pemberontak menjadi lebih keras dan kekerasan terus terjadi di wilayah Darfur, dan di tetangganya Chad meningkatkan ketidakamanan yang mengancam operasi kemanusiaan terbesar dunia yang berlangsung di sana. Sudan mengatakan tak terlalu terpukul soal Bassole dengan mengatakan kekurangannya dalam bahasa Inggris dan Arab tidak akan mempengaruhi kemampuannya untuk melakukan pekerjaannya. "Saya merasa optimistis," kata Karti. "Saya merasa bahwa ia datang untuk tinggal di Sudan untuk (menemukan mengenai) masalahnya dari semua pihak apakah pemerintah atau kelompok bersenjata." Salim menghasilkan Perjanjian Damai Darfur (DPA) yang ditengahi-AU Mei 2006 yang ditandatangani oleh hanya satu dari tiga kelompok pemberontak Darfur yang berunding di bawah pengawasan ketat internasional yang sebagian besar belum diterapkan dan telah membuat pemberontak yang terpecah bahkan menjadi makin terpecah, demikian Reuters.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008