Jakarta (ANTARA News) - Sebagai "anak baru" di Partai Golkar, Aziz Syamsuddin tidak pernah membayangkan bakal jadi anggota DPR, setidaknya tidak untuk DPR periode 2004-2009. Tapi, pada kenyataannya, Aziz Syamsuddin bukan hanya dilantik menjadi anggota legislatif periode tersebut, juga menjadi Wakil Ketua Komisi III DPR RI yang membidangi masalah hukum. Pada usia 38 tahun saat ini, dia menjadi pimpinan fraksi termuda di Senayan. Pelantikan yang dilaksanakan di Gedung MPR/DPR RI empat tahun silam itu diakui Aziz sebagai salah satu peristiwa terpenting dalam sejarah hidupnya. Sewaktu dilantik sebagai wakil rakyat, usia Aziz baru 34 tahun dan kala itu ia pun bisa dibilang "anak baru" di Partai Golkar yang menjadi kendaraan politiknya. Dia, ketika itu, baru dua tahun bergabung dengan partai berlambang beringin tersebut. Setelah merampungkan kuliahnya di Fakultas Hukum (FH) Trisakti dan Fakultas Ekonomi (FE) Krisnadwipayana (Unkris), Aziz mengaku hanya ingin bekerja sebaik mungkin, sebagai bankir atau pengacara. Lelaki yang terlahir dari pasangan Syamsuddin Rahim dan Chosiah Hayum di Jakarta pada 31 Juli 1970 itu merupakan anak bungsu dari lima bersaudara. Semasa kecilnya, Aziz menjalani kehidupan yang nomaden aliassering berpindah rumah karena mengikuti ayahnya yang bekerja sebagai karyawan BNI. Sekitar usia empat tahun, ia mengikuti ayahnya yang dimutasi ke Singkawang, Kalbar, dan selama empat tahun mereka bermukim di sana. Keluarga itu berpindah lagi ke Tanjung Balai, Karimun, Riau. Tidak lama di sana, kembali sang ayah di mutasi ke Jember, Jatim, dan terakhir menjelang masa pensiunnya berlabuh di Padang, Sumbar. Selepas bangku SMA di Padang, Aziz sempat melanjutkan pendidikan di FE Universitas Andalas, Padang. Namun hanya sempat dilakoninya selama satu tahun, karena dia menuntut ilmu di Ibukota, kota kelahirannya. Di Jakarta, Aziz meneruskan hoby berorganisasi. Pengalamannya menjadi pengurus OSIS sewaktu di SMP dan SMA menjadi bekal untuk duduk di keanggotaan Badan Perwakilan Mahasiswa Usakti. Keunggulannya dalam adu argumentasi membawa dirinya menjadi Ketua Senat FH Usakti serta Ketua III Dewan Mahasiswa di Universitas yang sama. Di sanalah kemampuan Aziz dalam berorganisasi kian terasah dan kemampuan kepemimpinannya terlihat semakin jelas. Transformasi Kurun 1993-2003 merupakan fase awal bagi Aziz dalam menapak kariernya menuju sukses. Periode ini dibuka dengan lulusnya Aziz dari Unkris pada Juni 1993 dan bermodalkan ijazah serta titel SE di belakang namanya, ia melamar kerja di American International Assurance (AIA), sebuah perusahaan asuransi jiwa dan kerugian. Di tempat itu, ia benar-benar mengeluarkan segenap keahliannya berkomunikasi dan melobi guna menggaet klien. Dengan pengalaman yang minim, ia berupaya keras menawarkan berbagai produk asuransi serta mengajak agar orang bersedia menjadi klien di perusahaannya. Kurang dari setahun, Aziz mencoba peruntungan baru mengikuti jejak ayahnya sebagai seorang bankir dan bergabung dengan Bank Panin sebagai "Officer Development Programme". Namun sebagai orang yang terbiasa aktif dengan mobilitas tinggi semasa kuliah, ia merasa tidak cocok bekerja sambil duduk dibelakang meja. Setelah 1,5 tahun bergabung dengan Panin Bank, Aziz memutuskan untuk berhenti dan berbulat tekad ingin menjadi pengacara. "Ini saatnya untuk menguji kehebatan seorang lawyer," katanya. Untuk mendapatkan pembuktian sejauhmana besarnya kekuatan seorang pengacara, suami Nurlita Zubaedah dan ayah dua orang anak itu lalu bergabung dengan Gani Djemat & Partners (GDP), sebuah "law office" ternama di Ibukota. Satu hal yang membuat Aziz kerasan di sana adalah karena semua orang berkesempatan menjadi yang terbaik. Siapa yang lebih banyak berinisiatif dan memberi pendapatan besar bagi perusahaan, dialah sang pemenang. Budaya kompetitif dan transparan itu membuat Aziz semakin bersemangat unjuk kebolehan dan hasilnya pada tahun 1999 ia dinobatkan sebagai karyawan terbaik GDP dan puncaknya pada pertengahan 2003, ia dipercaya menduduki posisi "Managing Partner", sebuah posisi bergengsi selain "chairman". Dengan kata lain, Aziz menjadi orang nomor dua di tempat itu. Satu prestasi yang hanya dapat digapai oleh segelintir pengacara. Politisi Setelah sukses berkarier sebagai pengacara, Aziz merasa perlu mencari satu tantangan baru dan lahan itu adalah politik. "Berpolitik itu sebenarnya pengabdian, bukan pekerjaan. Jadi salah kalau ada yang bilang politisi itu sebuah profesi," ujarnya. Bagi dia, apabila orang terjun dalam dunia politik bukan karena panggilan hati nurani yang terdalam, yang terjadi adalah "abuse of power". Setelah merenung beberapa waktu, ia memilih Partai Golkar sebagai kendaraan politiknya. Ia mengawali karier sebagai pengurus DPD Golkar Kabupaten Tulang Bawang, Lampung, dan terdaftar sebagai anggota Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong (Kosgoro) 1957, satu organisasi "underbow" Golkar. Bermodalkan posisi di kepengurusan DPD Golkar Tulang Bawang, anggota Kosgoro, serta anggota Badan Bantuan Hukum dan HAM DPP PG, pada Pemilu 2004 ia mencalonkan diri sebagai caleg dengan nomor urut 2 dari daerah pemilihan Lampung II, yang meliputi Kabupaten Lampung Utara, Lampung Tengah, Tulang Bawang, Way Kanan dan Kota Metro. Jalinan komunikasi yang baik dan mengenal atau dikenal banyak orang merupakan salah satu kunci suksesnya Aziz berkampanye. Selain itu, Aziz juga menerapkan strategi yang pernah dikemukakan filsuf kenamaan China, Sun Tzu, yang menyatakan, "Kenali musuhmu, kenali diri sendiri, maka kemenangan tidak akan terancam. Kenali lapangan, kenali iklim, maka kemenangan akan lengkap". Setelah terpilih sebagai anggota DPR periode 2004-2009, sesuai dengan keahliannya di bidang hukum, Aziz ditempatkan di Komisi III. Dewi fortuna terus memihak padanya dan tatkala terjadi pergantian pimpinan Komisi III setelah Wakil Ketua Komisi III dari FPG Akil Muchtar terpilih menjadi Hakim Konstitusi di Mahkamah Konstitusi, Aziz yang masih terbilang belia itu dipercaya menggantikannya. Koleganya sesama Wakil Ketua Komisi III, Soeripto, mengakui bahwa sosok Aziz Syamsuddin itu telah membawa pembaruan dalam fraksinya. "Ini terlihat jelas dari jalan pikirannya dalam berbagai diskusi yang sering kami lakukan seputar persoalan bangsa," ujar politisi dari Fraksi PKS itu. Soeripto juga menyatakan bahwa sosok Aziz benar-benar ingin melakukan perubahan gaya berpolitik Golkar. Ketua MK Jimly Asshiddiqie, mengomentari kiprah politik Aziz tersebut sebagai lesatan anak panah yang terlepas dari busurnya. "Perjalanan karier Aziz Syamsuddin melesat bak anak panah. Sebagai politisi muda, dia berhasil membuktikan kapasitas yang ada dalam dirinya," ujarnya. Jimly juga menilai bahwa dedikasi Aziz terhadap penegakkan hukum dan terciptanya masyarakat yang melek hukum tidak perlu diragukan lagi serta patut diacungi jempol. Penilaian senada dikemukakan Ketua Umum Partai Golkar yang juga Wakil Presiden, Jusuf Kalla. Kalla menyatakan bahwa dengan modal pengetahuan yang luas dan penampilannya yang luwes, Aziz berhasil menunjukkan kapasitas dirinya dengan menjadi pimpinan di komisi yang cukup strategis di DPR RI. "Aziz tengah memainkan perannya di kancah politik nasional. Dan sejauh ini hasilnya selalu sesuai dengan harapan," ujar Jusuf Kalla. (*)

Oleh Oleh Djunaedi Suswanto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008