Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Agung (Jagung) Hendarman Supandji mempersilakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengambilalih kasus Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI). "Tidak ada keberatan. Silahkan. Saya justru minta KPK untuk ekspose pertama," kata Hendarman di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Jumat. Pihak Kejakgung, lanjut dia, sebenarnya juga ingin membuka kembali kasus BDNI namun tidak ditemukan adanya alat bukti baru. Apalagi, pemerintah sudah mengeluarkan pernyataan bahwa kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) diselesaikan melalui jalur luar pengadilan. "Karena sudah ada pernyataan pemerintah ke Komisi III DPR, bahwa kasusnya itu semua `out of court settlement`. Itu kebijakannya pemerintah. Kalau saya ngadili bagaimana," tuturnya. Mengenai putusan praperadilan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan tentang kasus BDNI yang diajukan oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Hendarman menilai, putusan itu bukan perintah untuk membuka kembali kasus tersebut. Putusan hakim, lanjut dia, hanya menyatakan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP3) yang dikeluarkan Kejagung tidak tepat. "Yang dipraperadilan bunyinya adalah tidak tepat SP3, tetapi deponeering (penghapusan kasus-red). Jadi tetap ditutup, bukan dibuka," jelasnya. Namun, Hendarman mengatakan, Kejagung tetap mengajukan banding atas putusan praperadilan tersebut karena menilai SP3 yang dikeluarkan adalah benar. SP3 dikeluarkan Kejagung, menurut dia, karena adanya Surat Keterangan Lunas (SKL) diterbitkan pemerintah sehingga Kejagung menghentikan penyelidikan demi kepentingan umum berdasar Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 tentang Jaminan Kepastian Hukum. Meski Jagung sudah mempersilakan KPK mengambilalih kasus BDNI, namun UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK tidak berlaku surut sehingga KPK tidak dapat menangani kasus yang terjadi sebelum 2002 seperti halnya kasus-kasus BLBI.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008