Magelang (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menilai pendekatan budaya yang dilakukan oleh negara-negara ASEAN juga dapat menjadi solusi jitu untuk mengatasi berbagai permasalahan antar negara. "(Enam) Negara ASEAN memiliki peninggalan peradaban (Buddha) yang hampir sama di setiap negara, ... yang harus kita gunakan untuk lebih merajut kebersamaan dan persaudaraan di antara sesama negara ASEAN serta untuk meningkatkan pariwisata budaya dan agama," kata Presiden Yudhoyono dalam pidato sambutannya saat membuka Pagelaran Kesenian Trail of Civilation di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Sabtu malam. Menurut Kepala Negara, jejak-jejak peradaban yang tersebar di keenam negara itu --Indonesia, Kamboja, Thailand, Vietnam, Laos dan Myanmar-- memiliki pesan moral dari masa silam yang dapat menjadi pedoman pada masa kini. Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) saat ini beranggotakan sepuluh negara yakni Indonesia, Kamboja, Thailand, Vietnam, Laos, Myanmar, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Filipina. "Warisan peradaban masa silam mampu menumbuhkan proses kreatif yang melahirkan berbagai bentuk kesenian, tradisi, dan budaya bernuansa religi. Proses kreatif demikian ini dapat merekatkan persahabatan dan kehidupan harmonis antara bangsa," katanya merujuk pada pagelaran seni mengenai perjalanan Buddha yang ditampilkan oleh lima dari enam negara (Kamboja berhalangan hadir karena Pemilu). Kepala Negara berharap kesamaan peradaban yang bernuansa religius itu dapat memperkuat kerjasama dalam melestarikan warisan peradaban, sekaligus memperkokoh perdamaian dan persahabatan antarbangsa. Pada kesempatan itu Presiden juga mengatakan, pada 2006 enam negara itu telah mencanangkan Deklarasi Borobudur yang berupa komitmen untuk memperkuat kerjasama dalam melestarikan peradaban, menjaga perdamaian dan merajut persahabatan antar-bangsa. "Kita juga sepakat untuk merevitalisasi warisan budaya fisik dan non fisik, sekaligus mempromosikan nilai-nilai peradaban itu melalui pelestarian wisata budaya," katanya. Oleh karena itu, lanjut Presiden Yudhoyono, pemerintah Indonesia menyeru enam negara itu untuk memelihara dan meningkatkan komitmen dalam mewujudkan deklarasi itu dalam agenda yang nyata. "Mari kita tingkatkan kerja sama keenam negara, dalam kegiatan promosi wisata ziarah dan budaya secara bersama-sama (untuk mempererat persaudaraan)," ujarnya. Imbauan Presiden Yudhoyono untuk menggunakan kesamaan peradaban dalam menjalin persaudaraan itu muncul di tengah-tengah ketegangan antara Kamboja dan Thailand dalam memperebutkan sebuah kuil berusia 900 tahun (Preah Vhrear) yang terletak di perbatasan kedua negara. Awal pekan ini Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) menawarkan pembentukan kelompok penghubung (penengah) untuk menjembatani perselisihan namun ditolak oleh kedua negara, yang ingin menggunakan pendekatan dwipihak. Keenam negara di Asia Tenggara itu memang memiliki jejak peradaban yang berasal dari zaman keemasan Buddha antara lain Candi Angkor Watt di Kamboja, candi Bagan di Myanmar, Candi Luang Prabang di Laos, Candi Ayuthaya di Thailand, Candi Oc Eo di Vietnam, dan Candi Borobudur di Indonesia. "Trail of Civilization" (TOC) atau "Jejak-Jejak Peradaban" adalah kerja sama negara-negara di ASEAN yang akan menjadi agenda tahunan di Candi Borobudur, untuk meningkatkan kunjungan wisata di salah satu peninggalan peradaban dunia di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Pusat kegiatan dipusatkan di Taman Lumbini, timur kaki Candi Borobudur yang dibangun di antara Kali Elo dengan Progo, sekitar abad ke-8 masa Dinasti Syailendra itu. Selain dihadiri oleh Presiden Yudhoyono, TOC juga dihadiri oleh para duta besar negara sahabat, para menteri kebudayaan dan pariwisata negara-negara ASEAN terutama yang berpenduduk mayoritas pemeluk Buddha dan sejumlah menteri Kabinet Indonesia Bersatu antara lain Sekertaris Kabinet Sudi Silalahi, Menag Maftuh Basyuni, Menbudpar Jero Wacik, Jurubicara Kepresidenan Andi Mallarangeng dan Dino Patti Djalal serta Gubernur Jawa Tengah Ali Mufiz.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008