Ambon (ANTARA News) - Kondisi angin yang kurang menguntungkan mengakibatkan para peserta lomba layar internasional Darwin (Australia Utara)-Ambon terlambat finish di pantai Desa Amahusu, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon. Panitia penyelenggara lomba, Hellen de Lima, saat dikonfirmasi ANTARA, Senin malam, membenarkan, kondisi "mati angin" mengakibatkan para peserta terlambat finish di Desa Amahusu. "Jika kondisi angin mendukung dan sesuai dengan perhitungan maka para peserta sudah harus mencapai finish Senin siang atau malam. Namun sampai malam ini kami pun belum bisa melakukan kontak dengan para peserta," ujarnya. Ia menegaskan, berdasarkan hasil konfirmasi dengan panitia pelaksana di Darwin, keterlambatan ini dikarenakan, kondisi mati angin yang dialami para peserta, sehingga pelayarannya berjalan lambat. De Lima menambahkan, petugas komunikasi yang mengoperasikan alat komunikasi dengan jangkauan 20 mil laut, belum bisa melakukan kontak dengan para peserta, sehingga belum bisa mengetahui kondisi terakhir dan keberadaan para peserta. "Kami masih terus melakukan kontak dengan para peserta melalui alat komunikasi, mudah-mudahan Selasa dinihari, sudah bisa terhubung dengan peserta, dan pada Selasa (29/7) siang atau malam, sudah ada kapal layar yang mencapai finish di Desa Amahusu," katanya. Peserta lomba layar internasional Darwin-Ambon yang dari geladak kapal "HMAS Bathurst" yang bertolak dari Pangkalan Angkatan Laut Australia di Larrakeyah, Darwin, 26 Juli lalu, bertepatan dengan pelepasan 116 kapal pesiar untuk mengikuti "Sail Indonesia" (SI/Pelayaran Indonesia) dengan rute jalur barat, itu diikuti 16 kapal layar. 16 kapal yang yang mengikuti evant lomba layar internasional yang mulai digelar sejak tahun 1976 itu, diantaranya Balladier, Cloudy Bay, Cruise Missile, Diva, Enigma, Helsal II, Hepzibah, Jasmin, Kishka, Lothlorien, Malaika, Marrawudi, Marjani, Sea Fox II, Serenity 2 dan Warna Carina. Event lomba layar yang sebelumnya paling terkenal di dunia ini, sempat terhenti sejak tahun 1999 lalu karena pertimbangan keamanan di Maluku yang kurang menjamin akibat konflik sosial melanda wilayah itu, dan kembali diaktifkan tahun 2007 kendati hanya diikuti enam perahu. De Lima mengakui, berbagi persiapan penyambutan para peserta lomba layar, diantaranya berbagai perlombaan berupa balap becak, tarik tambang, voli pantai yang melibatkan masyarakat Desa Amahusu, maupu pagelaran seni budaya Maluku, sudah mencapai 90 persen rampung. Pemilik Sandy de Lima Tour & travel ini, mengakui, jumlah peserta sebanyak itu menunjukkan adanya kepercayaan dunia internasional akan kondisi keamanan di Maluku pasca konflik yang telah pulih seperti semula dan masyarakatnya sudah hidup rukun dalam bingkai kerukunan dan persaudaraan. Selain 16 peserta itu, tiga kapal layar lainnya juga mengikuti Rally Darwin-Saumlaki (Kabupaten Maluku Tenggara Barat-MTB)-Ambon yakni kapal Solita, Lady Sylvia dan Pandora. Namun hanya kapal solita dan Lady Sylvia yang akan melanjutkan perjalannya ke Ambon dengan kapal layarnya, dan diperkirakan tiba di Desa Amahusu 1-2 Agustus mendatang, sedangkan awak kapal Pandora menggunakan pesawat terbang langsung dari Saumlaki ke Ambon," tandasnya. Ia berharap lomba layar internasional ini akan semakin berdampak meningkatkan arus kunjungan wisatawan mancanegara ke Ambon dan Maluku pada umumnya, sehingga berdampak strategis bagi perkembangan dunia pariwisata Maluku yang kaya akan objek wisata bahari, wisata alam serta seni budaya tradisional. Peserta dilepas dari geladak kapal "HMAS Bathurst" yang bertolak dari Pangkalan Angkatan Laut Australia di Larrakeyah, Darwin, 26 Juli lalu. Pada hari yang sama, acara pelepasan 116 kapal pesiar juga dilepas untuk mengikuti "Sail Indonesia" (SI/Pelayaran Indonesia) dengan rute jalur barat.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008