Surat dakwaan tidak jelas, tidak cermat, terdapat ketidakjelasan
Jakarta (ANTARA) - Kuasa hukum terdakwa Kris Hatta menilai dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap kliennya  tidak jelas dan tidak cermat.

"Surat dakwaan tidak jelas, tidak cermat, terdapat ketidakjelasan," kata Syuratman Usman dalam sidang pembacaan pembelaan atau Eksepsi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin.

Usmar mengatakan ketidakjelasan dakwaan tersebut yakni JPU tidak menguraikan secara cermat dan lengkap siapa nama yang dimaksud dari teman Antony (pelapor).

Usmar mempertanyakan kejelasan siapa teman Antony yang dimaksudkan karena faktanya JPU berulang kali menyebutkan 'teman Antony'.

Baca juga: Kris Hatta harapkan hakim kabulkan penangguhan penahanannya

"Apakah orang yang sama, siapa dan peranannya dalam peristiwa hukum yang didakwakan JPU," kata Usman.

Usman juga mengatakan JPU keliru menerapkan Pasal 351 Ayat 1 KUHP, bahwa perbuatan terdakwa dengan adanya hasil visum merupakan perbuatan terdakwa dimaksud dengan Pasal 352 Ayat 1 KUHP.

Kuasa hukum juga mengatakan dakwaan JPU tidak jelas, kabur dan kontradiktif sehingga bertentangan dengan Pasal 49 Ayat 1 KUHP.

"Berdasarkan Pasal 49 Ayat 1 KUHP tindakan terdakwa tersebut tidak dapat dipidana dikarenakan pembelaan terpaksa untuk dirinya sendiri maupun orang lain pada saat terjadi peristiwa perkara Aquo," kata Usmar.

Baca juga: Kris Hatta sebut kasusnya terkait vonis di Bekasi

Usmar juga mengatakan JPU tidak cermat dan telah mengabaikan peristiwa hukum tentang perdamaian.

Dakwaan JPU tidak memenuhi syarat formil berupa penanggalan perkara tindak pidana yang salah, pada dakwaan tertulis tanggal 7 April 2019 faktanya pada laporan polisi No. LP/2019/IV/2019 tertulis tanggal 6 April 2019.

Dengan uraian tersebut tim kuasa hukum memohon Majelis Hakim untuk menyatakan menerima dan mengabulkan eksepsi atau keberatan penasehat hukum atas surat dakwaan JPU.

Menyatakan surat dakwaan JPU tidak cermat, tidak secara jelas dan kabur adalah batal demi hukum.

Baca juga: Kris Hatta didakwa melakukan penganiayaan

Meminta Majelis Hakim untuk menyatakan perkara tersebut tidak dapat diperiksa lebih lanjut.

Meminta JPU dalam perkara ini membebaskan terdakwa Kris Hatta dan membebankan biaya perkara kepada negara.

"Apabila majelis hakim berpendapat lain kami mohon putusan yang seadil-adilnya," kata Usman.

Sementara itu Krisdian Topi Khuhatta alias Kris Hatta sebelum persidangan mengatakan dalam dakwaan JPU yang disampaikan pada persidangan awal ada fakta yang hilang, maka itu dalam eksepsi ini dia akan membuktikan dakwaan yang hilang tersebut.

Baca juga: Kris Hatta kagumi sosok ibunya

Kris juga mengatakan kasus yang dialaminya kali ini adalah pengaturan dari mantan istrinya Hilda Vitria yang tidak terima atas pembebasan dirinya pada kasus pertama.

"Ini setingan mantan istri saya, tidak terima saya bebas, tidak ingin saya berkembang, kita liat karir siapa yang bagus, jangan dengan cara tidak cara fair begini," kata Kris.

Sidang selanjutnya digelar Rabu (16/10) dengan agenda mendengarkan tanggapan JPU atas pembelaan terdakwa atau eksepsi.

Sebelumnya diberitakan, Kris Hatta kembali berurusan dengan hukum kasus penganiayaan terhadap lelaki bernama Antony Hilenaar.

Penganiayaan tersebut terjadi di tempat hiburan malam bernama Dragonfly, Jakarta Selatan, 6 April 2019.

Baca juga: PN Jaksel gelar sidang Kris Hatta dan Nunung

Kejadian yang berlangsung sekitar pukul 03.30 WIB bermula dari cekcok antara Kris Hatta dan rekan Anthony. Pada saat hendak melerai, Anthony malah kena bogem mentah dari Kris Hatta.

Alhasil, hidung Anthony berdarah dan patah akibat bogem mentah dari Kris Hatta. Korban langsung membuat laporan ke polisi atas insiden tersebut yang tertuang dalam laporan polisi nomor LP/2109/IV/2019/PMJ/Dit.Reskrimum tertanggal 6 April 2019.

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019