Jakarta (ANTARA News) - Kementerian BUMN secara prinsip menyetujui divestasi 20 persen saham PT Bank BNI Tbk (BBNI), namun pelaksanaannya tetap menunggu waktu yang tepat dan setelah mendapat persetujuan DPR. "Kondisi pasar saat ini belum memungkinkan, dan lagi pula (divestasi) BNI belum mendapat persetujuan DPR," kata Menneg BUMN Sofyan Djalil, di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat. Ia menjelaskan, divestasi BNI merupakan salah satu BUMN yang diusulkan kepada DPR, selain program privatisasi sejumlah BUMN yang diharapkan dapat terealisasi pada tahun 2008. "Secara prinsip rencana (divestasi) itu terus berjalan karena kita yakin dengan mencari investor strategis BNI memiliki potensi yang lebih baik," katanya. Rumor berkembang bahwa ada kesepakatan secara informal antara pemegang saham dengan investor strategis berasal dari Cina yang berminat terhadap rencana divestasi tersebut. Namun, Sofyan Djalil membantah isu tersebut dan menegaskan bahwa pertemuan dengan calon investor itu tidak benar. Ia menambahkan, yang benar adalah pada pelaksanaan "roadshow non deal" pada pertengahan Juli 2008 ke Singapura dan Hong Kong minat investor cukup besar terhadap BUMN yang akan diprivatisasi pemerintah, termasuk saham BNI. "Ya, ada investor yang berminat... tetapi itu konteksnya non deal. Silakan tanya ke BNI," kata Sofyan. Sofyan memuji kinerja bank BNI pada semester I 2008 cukup bagus. "Kinerja Bank BNI dan semua bank pemerintah makin hari makin bagus. Kalaupun terjadi penurunan laba bersih BNI itu karena perseroan berupaya memenuhi cadangan yang saat ini provisinya hampir mencapai 100 persen," katanya. Kalau bank mampu memenuhi provisinya ujar Sofyan, artinya bagi negara lebih bagus karena bank yang bersangkutan lebih tahan terhadap goncangan. Meski begitu, Sofyan meminta agar perbankan tetap menjalankan usahanya dengan prinsip kehati-hatian (prudent) sehingga dapat memenuhi target perusahaan dan target yang ditetapkan pemerintah.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008