Jakarta, (ANTARA News) - Kinerja ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) selama 2008 diperkirakan stagnan mengingat krisis keuangan di Amerika Serikat (AS) yang merupakan negara tujuan ekspor utama Indonesia, masih mempengaruhi permintaan. "Kinerja ekspor tidak banyak berubah lah, karena kondisi pasar stagnan akibat krisis di AS," kata Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudrajat, di sela-sela pameran pakaian seragam dan pakaian kerja ke-2 di Departemen Perindustrian Jakarta, Selasa. Pada 2007, ekspor TPT mencapai 9,8 miliar dolar AS atau hanya tumbuh 3,8 persen dibanding 2006. "Ekspor pun pada semester ini mengalami penurunan meski tidak signifikan. Tapi angka `year on year` Januari-Mei 2008 menurun sekitar 8 persen lebih," ujarnya. Penurunan kinerja ekspor selama lima bulan pertama 2008 itu sebenarnya sudah diperkirakan sebelumnya. "Bukan kita saja, tapi hampir seluruh negara di dunia yang ekspor ke AS juga mengalaminya. Bahkan, pemerintah China menaikkan kembali besaran insentif ekspor untuk industri TPT-nya yang tadinya diturunkan 7 persen jadi 11 persen lagi. Itu artinya China juga merasakan tekanan permintaan pasar TPT dunia," jelas Ade. Ade memperkirakan volume ekspor TPT tidak akan turun banyak karena masih akan ada peningkatan permintaan di pasar Jepang akibat penerapan kerjasama kemitraan ekonomi (Economic Partnership Agreement/EPA). "Ekspor semester satu 2008 masih bisa mencapai 5 miliar dolar AS. Kita prediksi dengan kenaikan pasar Jepang yang diperkirakan bisa naik 10 persen, paling tidak ekspor TPT kita bisa naik seperti tahun lalu," tuturnya. Sementara itu, permintaan di pasar domestik yang sempat naik pada awal tahun kembali terpukul setelah pemerintah menaikkan harga BBM. "Pangsa pasar TPT domestik pada 2007 sebesar 22 persen, 2008 ini tidak akan berubah banyak, apalagi impor ke Indonesia akan deras kembali karena kebijakan China tadi," ujarnya. Menurut Ade, konsumsi TPT masyarakat setelah kenaikan harga BBM tidak mengalami peningkatan hingga tiga bulan setelahnya. Namun, kini sudah kembali normal. Salah satu sebabnya, menurut Ade, adalah tren memakai pakaian batik yang membooming di masyarakat luas. "Industri batik di Pekalongan, Solo, dan Cirebon yang sudah mati suri hidup lagi sehingga ordernya selalu terpenuhi,"ungkapnya. Menurut Ade, pasar TPT dalam negeri saat ini masih didominasi oleh produk impor yang mencapai 78 persen dari total kebutuhan. Investasi tertunda Meski kinerja ekspor diprediksi stagnan, investasi di sektor TPT masih tumbuh. Selama 2008 ini, investasi yang masuk dari sektor TPT sebesar Rp2,2 triliun. "Itu karena program restrukturisasi mesin tekstil. Investasi baru hampir tidak terjadi karena faktor listrik yang tidak ada. Jadi, rencana investasi yang seharusnya akan direalisasikan tahun ini ditunda hingga 2010," papar Ade. Menurut Ade, pengusaha menjadi tidak nyaman berbisnis akibat krisis listrik yang dijanjikan baru akan selesai akhir 2009. "PLN baru bisa menjamin pasokan listrik akhir tahun 2009 jadi antara sekarang sampai akhir 2009 itu kita selalu was-was. Investasi baru untuk sektor apapun dengan tidak adanya listrik menjadi terancam," tambah Ade. (*)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008