Paris (ANTARA) - Menteri Dalam Negeri Prancis mengatakan pada Kamis (17/10) bahwa badan intelijen berhasil menangkap seorang pria yang merencanakan serangan dengan terinspirasi oleh serangan pesawat ke gedung World Trade Center di New York September 2001.

Prancis selama beberapa tahun bergulat dengan masalah untuk menghadapi kalangan garis keras lokal maupun milisi asing setelah serentetan serangan terjadi di seluruh negeri. Pejabat Prancis menyebutkan ancaman serangan masih sangat tinggi.

Pada 3 Oktober, seorang pakar IT yang diduga simpatisan garis keras dan memilik izin mengakses informasi keamanan, membunuh tiga petugas kepolisian dan seorang pegawai sipil. Ia pun lantas ditembak mati oleh petugas polisi lainnya.

Baca juga: Lima orang ditangkap terkait serangan di markas Kepolisian Paris

Baca juga: Penyerang Mabes Kepolisian Paris miliki data kolega polisi lainnya


"Tepat sebelum (serangan itu) ada upaya serangan ke-60 sejak 2013," kata Mendagri Christophe Castaner kepada stasiun TV France 2.

"Individu, yang terinspirasi dari peristiwa 11 September dan pesawat yang menghancurkan menara World Trade Center, ditangkap oleh badan intelijen kami."

Baca juga: Otak pengeboman WTC 1993 meninggal dunia di tahanan AS

Prancis kehilangan lebih dari 230 orang, yang tewas dalam empat tahun terakhir di wilayahnya akibat serangan garis keras, terutama pada November 2015 pascaserangan terkoordinasi di seluruh ibu kota.

Serangan-serangan itu diklaim oleh ISIS di Suriah dan sebagian dilancarkan oleh para anggotanya yang kelahiran Prancis.

Sejumlah pejabat kini khawatir puluhan warga negara mereka yang ditahan di kamp, yang dikendalikan Kurdi, bisa kabur dan kembali ke negara asal menyusul serangan Turki di Suriah utara yang menargetkan milisi Kurdi yang menjaga penjara-penjara tersebut.

Sumber: Reuters

Baca juga: Prancis vonis perempuan yang gagal ledakan bom dekat Notre Dame Paris

Baca juga: Pasca-teror Paris, polisi New York waspada
 

​​​​​

Presiden: Ideologi terorisme sudah masuk sendi keluarga

Penerjemah: Asri Mayang Sari
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2019