Jakarta (ANTARA News) - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers menilai UU Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD, bentuk dari kriminalisasi terhadap pers. "Isi salah satu pasal yang menyebutkan pemberitaan pemilu harus berimbang, merupakan bentuk dari kriminalisasi terhadap pers," kata Direktur Eksekutif LBH Pers, Hendrayana, di Jakarta, Selasa. Ia mempertanyakan parameter dalam UU itu yang menyebutkan pemberitaan harus berimbang, karena suatu pemberitaan tidak bisa serta merta dinyatakan tidak adil tanpa ada penjelasannya. Hal itu tertuang dalam Pasal 91 ayat (2) UU Pemilu yang menyebutkan, "Media massa cetak dan lembaga penyiaran yang menyediakan rubrik khusus untuk pemberitaan kampanye harus berlaku adil dan berimbang kepada seluruh peserta pemilu". Demikian pula dengan pemberian sanksi di dalam Pasal 99 UU Pemilu, membuat peranan pers tidak bisa berjalan maksimal dalam pelaksanaan pemilu. Pasal 99 UU Pemilu menyebutkan sanksi, yakni, berupa teguran tertulis; penghentian sementara mata acara yang bermasalah; pengurangan durasi dan waktu pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye Pemilu; denda; pembekuan kegiatan pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye Pemilu untuk waktu tertentu; atau pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran atau pencabutan izin penerbitan media massa cetak. "Fungsi pers sendiri sudah jelas untuk tetap menjaga transparansi dalam penyelenggaraan pemilu," katanya. Oleh karena itu, kata dia, keberadaan UU Pemilu yang menyebutkan masalah pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye itu, harus segera dicabut. "Pasal dalam UU Pemilu yang berkaitan dengan pers itu harus dicabut karena mengancam kebebasan pers," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008