New York, (ANTARA News) - Harga minyak mentah kembali merosot ke posisi terendah selama empat bulan pada Selasa waktu setempat, atau Rabu pagi WIB, setelah Rusia mengumumkan mengakhiri operasi militer di Georgia dan Badan Energi Internasional (IEA) memproyeksikan penurunan tajam atas permintaan. Sebagaimana dilaporkan AFP, kontrak utama New York, minyak mentah "light sweet" untuk pengiriman September, turun 1,44 dolar AS menjadi ditutup pada 113,01 dolar AS per barrel, level terendah sejak 15 April. Di London, minyak mentah Brent North Sea untuk pegiriman September, berkurang 1,52 dolar AS menjadi mantap pada 111,15 dolar AS per barrel. Perdagangan rapuh karena para investor bereaksi terhadap perkembangan di Georgia, yaitu ketika pertempuran antara pasukan Rusia dan Georgia meningkatkan kekhawatiran di pasar minyak karena negara itu merupakan sebuah titik transit utama untuk ekspor minyak mentah dan gas dari Azerbaijan ke pasar-pasar Barat. Raksasa perusahaan energi Inggris, BP, Selasa mengumumkan telah menutup saluran pipa minyak Baku-Supsa di Georgia sebagai tindakan pencegahan karena pertempuran namun dikatakan pasokan gas dan minyak terus mengalir dari laut Kaspia ke Barat melalui rute lainnya. Seorang juru bicara BP mengatakan minyak masih diangkut ke pelabuhan Batumi di laut Hitam Georgia menggunakan kereta api dan melalui sebuah saluran pipa minyak Azeri yang beroperasi. "Kekhawatiran geopolitik selalu menyediakan dukungan bagus untuk harga minyak dan berita ini akan menawarkan beberapa bantuan kepada kekhawatiran para investor tentang ekspor minyak mentah Azeri dari pelabuhan di Georgia," kata analis Sucden, Andrey Kryuchenkov. Penurunan harga minyak juga didukung menguatnya dolar AS hingga mendekati posisi puncak enam bulan terhadap euro, yang menekan permintaan untuk komoditi-komoditi yang dihargakan dalam dolar. "Pemulihan kuat dolar AS menambah lebih banyak tekanan terhadap sektor ini, yang sudah menderita dari kecemasan melambatnya pertumbuhan global," kata Kryuchenkov. Pasar juga terganjal setelah Badan Energi Internasional (IEA) memperkirakan sebuah penurunan tajam permintaan di negara-negara maju karena tingginya harga dan mendinginnya perekonomian. Harga minyak mentah telah jatuh sejak mencapai rekor tertinggi di atas 147 dolar AS sebulan lalu karena pasar memprihatinkan melemahnya permintaan di tengah melambatnya ekonomi global. IEA mengatakan dalam laporan bulanannya bahwa permintaan minyal sedang melambat di ekonomi-ekonomi maju karena orang mengurangi mengendarai mobil, pasokan meningkat dan pasar mendingin. Namun IEA memperingatkan harga minyak selanjutnya bisa saja melambung lagi, menunjuk risiko tak terduga seperti konflik di Georgia dengan Rusia yang mengancam sebuah saluran transit utama energi. "Sementara belum siap untuk menyerukan sebuah akhir bull market tahun ini -- terutama mempertimbangkan prospek suram permintaan energi China dan berlanjutnya cuaca dan risiko geopolitik -- penilaian lembaga terhadap meningkatnya pasokan dan cadangan dari Juni hingga Juli menyediakan beberapa jutifikasi fundamental untuk penurunan tajam harga minyak mentah pada Juli," kata para analis JPMorgan Chase dalam tulisannya kepada para nasabahnya. Sinyal pelambatan permintaan global selanjutnya ditunjukkan oleh sebuah laporan dari US Energy Information Administration (EIA/Pusat Informasi Energi AS). EIA, untuk pertama kalinya sejak Februari, menurunkan proyeksi harga minyak mentah untuk 2008 dan 2009, menunjuk sebuah penurunan konsumsi global dan meningkatnya kapasitas produksi Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), kartel yang memasok sekitar 40 persen minyak dunia. Lembaga tersebut mengatakan bahwa acuan kontrak berjangka New York, yang rata-rata 72 dolar AS barrel pada 2007, diperkiralan mencapai rata-rata 119 dolar AS pada 2008 dan 124 dolar AS pada 2009. Estimasi EIA sebelumnya 127 dolar AS per barrel pada 2008 dan 133 dolar AS pada 2009.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008