terdakwa Abdul Gani Ngabalyn alias Cobra Hercules telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dengan sengaja
Jakarta (ANTARA) - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis terdakwa ujaran kebencian Abdul Ghani Ngabalyn alias Cobra Hercules dengan pidana selama enam bulan penjara dan denda sebesar Rp10 juta subsider satu bulan penjara.

"Mengadili, satu menyatakan terdakwa Abdul Gani Ngabalyn alias Cobra Hercules telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditunjukkan untuk menimbulkan rasa kebencian atau kelompok berdasarkan atas suku agama ras dan antar golongan," kata Ketua Majelis Hakim Ratmoho, dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu.

Hakim menyatakan Cobra Hercules yang dijuluki panglima ulama ini terbukti bersalah menyebarkan video terkait komentarnya mengenai beberapa isu di antaranya pembakaran Bendera Tauhid oleh anggota Banser dan mengancam akan membabat orang-orang yang ingin membatalkan reuni 212.

Hakim menyatakan Abdul Gani melanggar Pasal 28 ayat 2 jo Pasal 45 A ayat 2 Undang-Undang (UU) RI No 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU RI No 11/2008 tentang ITE. Abdul Gani divonis enam bulan penjara dan denda Rp 10 juta, bila tidak dijalani diganti dengan kurungan selama satu bulan.

Baca juga: Cobra Hercules sampaikan pledoi, punya tanggung jawab dua istri

"Pidana selama enam bulan dikurangi selama terdakwa ditahan dan membayar denda sebesar Rp 10 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 1 bulan," kata Hakim Ratmoho.

Dalam putusannya Hakim mengatakan hal yang memberatkan perbuatan terdakwa berpotensi menimbulkan kerusuhan, terdakwa dalam memberikan keterangan berbelit-belit, dalam memberi keterangan dan tidak mengakui perbuatannya.

Sedangkan hal yang meringankan tidak pernah dihukum, terdakwa merupakan tulang punggung keluarga.

"Dalam persidangan tidak ditemukan hal-hal yang dapat melepaskan tindak pidananya," kata Majelis Hakim.

Baca juga: Dituntut 2,5 tahun Cobra Hercules ajukan pledoi

Dalam persidangan Hakim menyebutkan unsur-unsur yang ada di dalam dakwa terbukti adanya .

Hakim menyebutkan, berdasarkan fakta yang teungkap di sidang. Video-video tersebut oleh terdakwa langsung dikirim melalui grup 'WA' dengan nama Cobra 08 dan ada beberapa video yang disebarkan di YouTube yang oleh terdakwa tidak diketahui siapa yang menyebarkannya dan kapan.

Tapi untuk video dengan judul Abdul Gani aksi pembakaran bendera tauhid mengundang para kyai siap serukan jihad dipublikasi pada 23 Oktober 2018 dan video lain di YouTube dengan judul 'dahsyat Abdul Gani eks panglima perang di Ambon mengancam reuni 212' dipublikasi pada 30 November 2018.

Selain itu, video lain yang disebarkan di YouTube dengan judul 'gawat panglima besar kobra 08 marah' yang telah memplesetkan mars TNI dipublikasi 6 Maret 2019.

"Menimbang bahwa terdakwa diangkat sebagai panglima ulama sudah mengetahui sebagai orang yang tidak berwenang untuk mengungkap permasalahan tersebut karena dikhawatirkan akan menimbulkan dampak yang tidak diinginkan dan unggahan tersebut berpotensi akan menyebabkan adanya desakan dari orang yang mendengar atau melihat video itu," kata Hakim.

Atas putusan tersebut Pengacara hukum terdakwa Cobra Hercules, Abdullah Alkatiri mengatakan akan pikir-pikir dulu. Sedangkan JPU dipersilahkan untuk pikir-pikir atau banding.

Sebelumnya, Cobra Hercules dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) 2,5 tahun penjara dikurangi masa tahanan dan membayar denda Rp10 juta subsider tiga bulan kurungan.

Baca juga: Cobra Hercules dituntut 2,5 tahun penjara

Cobra ditahan oleh aparat kepolisan sekitar Mei terkait video ujaran kebencian yang tersebar di media sosial.

Dalam tuntutannya JPU meyakini Cobra Hercules melakukan ujaran kebencian terkait komentarnya mengenai video pembakaran Bendera Tauhid oleh Ormas Banser.

Jaksa menyatakan Cobra Hercules melanggar Pasal 28 ayat 2 jo Pasal 45 A ayat 2 UU RI No 19/2016 tentang Perubahan UU RI No 11/2008 tentang ITE. Jaksa menyatakan tidak ada alasan-alasan yang dapat menghapuskan tindak pidananya.
 

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019