Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Urip Tri Gunawan, terdakwa dugaan penyuapan 660 ribu dolar AS, mencabut keterangannya bahwa uang yang diterima dari pengusaha Artalyta Suryani itu untuk keperluan bisnis permata. "Keterangan itu sudah saya cabut," kata Urip ketika memberikan keterangan dalam sidang di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Kamis. Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Urip mengatakan bahwa uang 660 ribu dolar AS yang diterimanya dari Artalyta Suryani adalah untuk bisnis permata. Urip juga menyatakan bahwa dirinya membawa sejumlah permata sebagai bukti bisnis yang dia geluti ketika menerima uang tersebut di rumah Artalyta dan sebelum tertangkap oleh petugas KPK. Bahkan, sesaat setelah tertangkap pada 2 Maret 2008, Urip menegaskan dihadapan sejumlah wartawan, bahwa uang yang diterimanya adalah untuk keperluan bisnis batu mulia itu. Dia juga mengaku memiliki bukti jual beli permata. Namun, dihadapan majelis hakim, Urip membantah keterangan yang dia sampaikan sendiri kepada penyidik KPK. Dalam keterangannya di dalam persidangan, Urip mengaku uang yang diterimanya untuk bisnis bengkel. Urip mengatakan, bengkel tersebut direncanakan akan dikelola bersama rekannya. Uang yang diterima dari Artalyta, menurut Urip, akan digunakan sebagai modal dan akan dikembalikan setelah enam tahun bengkel itu berdiri. Sebelumnya, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Urip menerima uang karena dia telah memberitahu Artalyta Suryani tentang perkembangan penanganan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang menjerat Sjamsul Nursalim. Artalyta adalah pengusaha yang dikenal dekat dengan Sjamsul Nursalim. Dakwaan tim JPU juga membeberkan bahwa pemberian itu adalah imbalan dari informasi perkembangan penanganan kasus Sjamsul Nursalim, sehingga konglomerat itu tidak perlu memenuhi tiga panggilan pemeriksaan yang dilayangkan oleh Kejaksaan Agung. Urip adalah mantan ketua tim jaksa penyelidik perkara BLBI yang menjerat Sjamsul Nursalim. Urip tetap bersikeras bahwa uang yang diterimanya tidak terkait dengan perkara BLBI. Namun demikian, dia mengaku bersalah telah menerima uang tersebut. "Sebagai pegawai negeri tidak boleh menerima sesuatu," kata Urip.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008