Brisbane (ANTARA News) - Umat Islam Indonesia sepatutnya tidak berhenti pada sekadar membaca Al Qur`an tetapi bagaimana mengejawantahkan nilai-nilai moral kitab suci itu ke dalam sistem birokrasi dan pelayanan publik di pemerintahan supaya masyarakat bisa merasakan kehadirannya, kata seorang akademisi Universitas Queensland. "Hanya saja kegagalan umat Islam justru terletak pada bagaimana menurunkan semangat Al Qur`an itu menjadi instrumen (kehidupan)," kata Dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya yang kini mahasiswa program doktoral Universitas Queensland (UQ), Akhmad Muzakki, di Brisbane, Jumat malam. Perbedaan dunia Islam dengan bangsa-bangsa Barat adalah pada kemampuan bangsa-bangsa Barat mengejawantahkan nilai-nilai moral Islam yang terkandung dalam Al Qur`an ke dalam sistem birokrasi, pemerintahan yang bersih dan pelayanan publik mereka, katanya. "Di Australia, pelayanan publik dan birokrasinya lebih Islami dari Indonesia," kata Muzakki. Kondisi ironis ini tidak dapat dilepaskan dari kegagalan umat Islam dalam menerjemahkan substansi Al Qur`an ke dalam sistem kehidupan. "Di Indonesia, umat Islam banyak, tapi yang Islami sedikit," katanya. Sebelumnya, Akhmadi, mahasiswa program magister bidang keuangan UQ, menyampaikan topik pengajian tentang "bagaimana berinteraksi dengan Al Qur`an". Ia mengingatkan belasan orang yang hadir agar senantiasa meluangkan waktunya setiap hari untuk membaca dan merenungkan makna ayat-ayat suci Al Qur`an karena orang-orang yang rajin membaca Al Qur`an cenderung lebih tenang dalam menghadapi beragam masalah kehidupan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008