Beijing (ANTARA News) - Ganda campuran unggulan teratas Nova Widianto/Lilyana tampil anti-klimaks ketika dikalahkan pasangan non-unggulan Korea Selatan Lee Hyo jung/Lee Yong dae dengan skor telak 11-21, 17-21 pada final Olimpiade 2008 Beijing, Minggu. Pada pertandingan yang berlangsung di Beijing University of Technology Gymnasium itu, Nova/Lilyana tidak pernah mampu keluar dari tekanan sehingga menyerah hanya dalam tempo 39 menit. Usai pertandingan, Liliyana mengakui bahwa kekalahan mereka lebih banyak disebabkan oleh faktor kelelahan setelah pada pertandingan sebelumnya dipaksa bertarung tiga set yang menguras tenaga. Sementara rekannya Nova Widianto, secara sportif mengakui ketangguhan lawan yang menurutnya tampil luar biasa dan sulit dibendung, meski ia sudah mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya. "Tapi saya kaget dan tidak menduga kalau pasangan Korea itu ternyata tampil luar biasa dengan smes-smes yang sangat keras dan permainan dengan teknik tinggi," kata Nova. Pada set pertama, pasangan Korea langsung melaju dengan keunggulan 14-7 dan memperbesar selisih angka saat skor 19-10. Nova/Liliyana hanya mampu menambah satu angka sebelum lawan menutup set pertama dengan kemenangan 21-11. Pada set kedua, pasangan Korea kembali lebih dulu unggul 4-0, sebelum diperkecil oleh Nova/Liliyana 2-5. Namun melalui permainan yang konsisten dan menekan, mereka sedikit pun tidak memberi kesempatan kepada pasangan terbaik Indonesia itu untuk terus melaju sampai 17-12. Tanda-tanda kemenangan pasangan Korea mulai terlihat ketika mereka sudah mencapai angka 19-15. Meski Nova/Liliyana berhasil memperkecil menjadi 17-19, pasangan Korea itu tidak tertahankan lagi untuk memenangi pertandingan dengan skor 21-17. Kegagalan Nova/Liliyana sekaligus memupus harapan kontingen Indonesia untuk menyamai prestasi terbaik di Olimpiade 1992 Barcelona ketika meraih dua emas melalui tunggal putra Alan Budikusuma dan tunggal putri Susi Susanti. Namun setidaknya target mempertahankan tradisi emas sudah tercapai melalui ganda putra Markis Kido dan Hendra Setiawan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008