Jakarta (ANTARA News) - Mantan anggota Komisi IX DPR , Antony Zeidra Abidin, mengaku diperas oleh anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Baharudin Aritonang sebesar Rp500 juta, terkait aliran dana Bank Indonesia (BI) sebesar Rp31,5 miliar ke sejumlah anggota DPR. Antony yang menjadi tersangka kasus itu ketika bersaksi di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Rabu malam, mengaku pemerasan itu terjadi setelah BPK mulai mengendus penyelewengan dana BI yang kemudian dilaporkan pada 2006. "Baharuddin Aritonang memeras saya," kata Antony. Menurut Antony, pemerasan itu terjadi dalam suatu pertemuan di restoran Basara di gedung Sumitmas Tower. Antony menuding dua anggota BPK Baharuddin Aritonang dan Abdullah Zaini meminta uang Rp500 juta dalam pertemuan itu. Pertemuan itu sedianya bertujuan untuk membahas laporan BPK yang menyebut Antony telah menerima dana BI sebesar Rp31,5 miliar. Menurut Antony, uang Rp500 juta yang diminta Baharuddin adalah untuk keperluan amandemen UU BPK, khususnya tentang pasal peralihan tentang perpanjangan masa jabatan ketua dan anggota BPK. Karena merasa tidak memiliki uang, Antony tidak memenuhi permintaan Baharuddin. Menurut dia, penolakannya itu berbuntut pada pencantuman nama Antony dalam laporan BPK tentang aliran dana BI kepada sejumlah anggota DPR. "Maka nama saya dicantumkan," kata Antony kepada majelis hakim. Kasus aliran dana BI telah menjerat lima orang, yaitu mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, mantan Deputi Direktur Hukum BI Oey Hoy Tiong, mantan Kepala Biro Gubernur BI Rusli Simandjuntak, mantan anggota DPR Antony Zeidra Abidin, dan anggota DPR Hamka Yandu. Berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kasus dana BI bermula ketika rapat Dewan Gubernur BI yang dipimpin Burhanuddin Abdullah mengeluarkan persetujuan untuk memberikan bantuan peningkatan modal kepada Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) senilai Rp100 miliar. Oey diduga menyerahkan dana YPPI sebesar Rp68,5 miliar kepada mantan pejabat BI yang saat itu terjerat kasus hukum dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), yaitu Gubernur BI Soedrajad Djiwandono, Deputi Gubernur BI Iwan R Prawiranata, dan tiga Direksi BI, yaitu Heru Supraptomo, Hendro Budianto, dan Paul Sutopo. Uang senilai Rp31,5 miliar diduga diberikan oleh Rusli Simandjuntak dan Asnar Ashari kepada panitia perbankan Komisi IX DPR periode 2003 untuk penyelesaian masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan amandemen UU No 23 Tahun 1999 tentang BI.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008