Mataram (ANTARA News) - Para orang tua dan pihak terkait perlu mewaspadai atas kasus perdagangan anak berkedok bisnis wisata di Nusa Tenggara Barat (NTB). "Sudah ada indikasi ke arah itu, sehingga berbagai pihak terkait termasuk keluarga yang memiliki anak gadis perlu mewaspadainya," kata Kepala Sub Dinas Pemberdayaan Perempuan di Dinas Kesejahteraan Sosial dan Pemberdayaan Perempuan NTB, Dra Ida Azis, di Mataram, Kamis. Ia mengatakan, kasus tersebut di wilayah NTB makin marak dan orientasinya bukan hanya untuk Tenaga Kerja Indonesia (TKI), tetapi juga sebagai pekerja bisnis pariwisata hingga dijerumuskan sebagai Pekerjaan Seks Komersial (PSK). "Oknum-oknum tertentu berupaya merekruit calon tenaga kerja dari kalangan perempuan itu dengan dalih akan dipekerjakan sebagai pelayan hotel dan restauran di kawasan wisata atau pembantu rumah tanggam," ujarnya. Para calon tenaga kerja di kalangan perempuan dan anak-anak itu kemudian `dijual` sebagai PSKsebagai penunjang bisnis pariwisata. "Beberapa waktu lalu kami sempat `mengejar` dua orang gadis asal Kota Mataram yang dieksploitasi sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK) di Pulau Sumbawa. Ternyata, kasus perdagangan anak dengan pola seperti itu sudah berlangsung sejak lama," ujarnya. Modus operandinya, kata Ida, diawali dari ajakan pihak tertentu untuk mempekerjakan dua orang gadis itu sebagai pembantu rumah tangga di Pulau Sumbawa, namun pada akhirnya dijerumuskan dalam aktivitas hiburan malam hingga menjadi PSK. "Kami pun sudah berkoordinasi dengan aparat berwajib agar masalah ini ditangani sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Memang membutuhkan keterpaduan pihak-pihak terkait untuk menangani persoalan sosial itu," ujarnya. Kasus itu juga dibenarkan Kepala Panti Rehabilitasi Budhi Rini, T.T. Wisma Nungsih, ketika dikonfirmasi secara terpisah. Panti Rehabilitasi Budhi Rini di Selagalas, Kota Mataram, NTB itu merupakan salah satu wadah pembinaan korban kekerasan atau kenakalan remaja di wilayah NTB, yang melakukan pembinaan dan pemulihan mental. Saat ini panti rehabilitasi itu tengah menampung 35 orang anak binaan dari kapasitas tampung 50 orang. Menurut Ningsih, tiga dari 35 orang anak binaan Panti Rehabilitasi Budhi Rini itu terindikasi mengidap HIV/AIDS sehingga penanganannya pun lebih intensif. "Kasus tersebut bukan hanya ke luar negeri tetapi juga dalam wilayah NTB. Ada indikasi kasus perdagangan anak dan perempuan di daerah ini makin marak sehingga semua pihak dituntut untuk mewaspadainya," ujarnya. Dia berharap aparat berwajib menyikapi permasalahan tersebut karena aksi perdagangan anak dan perempuan merupakan tindakan melawan hukum yang harus diberantas. Acuan hukumnya yakni Undang Undang (UU) Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dan UU Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita. Juga, UU Nomor 23 tentang Perlindungan Anak, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di luar negeri dan Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008