Teheran, (ANTARA News) - Iran memperingatkan Amerika Serikat atas campur tangan dalam kegentingan Kaukasus, kata kantor berita ISNA pada Senin. "Kekuasaan di luar wilayah itu sebaiknya tidak mencari alasan atas ketegangan dan keguncangan di daerah genting itu," kata ISNA mengutip keterangan Menteri Luar Negeri Manouchehr Mottaki. "Takdir mereka di Kaukasus pasti tidak berbeda dengan keruwetan mereka di daerah lain, tempat mereka sudah menciptakan kemelut," tambah Mottaki, merujuk pada kehadiran Amerika Serikat di Irak dan Afganistan. Tapi, pemimpin diplomat Iran itu menyuarakan keprihatinan bahwa kemelut di Ossetia Selatan mengarah ke perang dingin baru. "Sengketa antara kedua negara besar (Amerika Serikat dan Rusia) itu memang pokok keprihatinan," kata Mottaki. Menteri itu lebih lanjut membantah berita bahwa Rusia mungkin memakai sengketa kegiatan nuklir Iran --memveto hukuman lebih lanjut atas Teheran-- sebagai alat tekan pada Barat dalam ketegangan atas Georgia. "Kami mendukung perdamaian dan ketenangan di wilayah Kaukasus dan kegentingan di sana sebaiknya ditangani di tempatnya," kata Mottaki. "Tapi, kami berharap salah hitung dan tanda tidak akan menyebabkan sengketa baru," tambahnya. Pengamat percaya bahwa Iran memihak Russia dalam kemelut itu, sehingga peningkatan kehadiran Amerika Serikat di daerah itu --selain di tetangganya, Irak dan Afganistan-- akan menjadi kemungkinan penting bahaya bagi negara tersebut. Di kota pelabuhan utama Georgia, Batumi, 80 kilometer selatan Poti, kapal Angkatan Laut Amerika Serikat USS McFaul berlabuh pada Minggu untuk membongkoar "bantuan kemanusiaan" untuk puluhribuan pengungsi akibat kemelut 7-8 Agustus itu. Ketua Eropa Bersatu, yang dijabat Prancis, yang membantu memrakarsai gencatan senjata dalam sengketa itu, dalam percakapan telepon pada Sabtu mendesak pemimpin Kremlin Dmitry Medvedev memerintahkan pasukan Rusia keluar dari Poti. Presiden Prancis Nicolas Sarkozy "menekankan, yang penting adalah pasukan Rusia di daerah Poti/Senaki ditarik secepat mungkin" kata pernyataan Prancis. Kremlin menyatakan Sarkozy memberikan "penilaian bagus" tentang penarikan pasukan Rusia, tapi percakapan mereka tidak menyinggung penggantian pasukan Rusia dengan pasukan perdamaian OSCE (Lembaga Kerjasama Keamanan di Eropa). Sengketa itu meletus ketika Georgia berusaha menguasai kembali Ossetia Selatan. Serangan balasan Rusia mendobrak wilayah Georgia, memasuki jalan raya timur-barat negara itu dan mendekati pipa minyak dukungan Barat. Pasukan Rusia juga memasuki Georgia barat dari Abkhazia, wilayah lain Georgia, yang juga memisahkan diri dan terletak di kawasan laut Hitam. Ratusan orang tewas, puluhribuan mengungsi akibat bentrok bersenjata itu. Pasukan Rusia dalam jumlah kecil masih berada di daerah Georgia pada Minggu dan negara Barat menuntut Moskwa menaik pasukannya dari kota pelabuhan di laut Hitam, dua hari setelah Moskwa mengatakan telah menyelesaikan penarikan tentaranya. Rusia menyatakan yang tinggal adalah pasukan perdamaian, yang diperlukan untuk mencegah pertumpahan darah lebih jauh dan untuk melindungi rakyat propinsi membangkang, Ossetia Selatan dan Abkhazia, yang mendukung Moskwa. Amerika Serikat dan Eropa kuatir kehadiran pasukan Rusia mengganggu pemerintah Presiden Mikhail Saakashvili dan mengancam pipa minyak penting, yang melintasi wilayah negara itu.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008