Semarang (ANTARA News) - Penundaan eksekusi mati terhadap tiga terpidana Bom Bali I, Amrozi, Mukhlas, dan Imam Samudra dinilai melanggar hak asasi manusia (HAM). "Kasus itu bisa dilaporkan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)," kata pakar ilmu hukum Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo, Isharyanto, di Semarang, Kamis. Isharyanto mengatakan, kewenangan eksekusi mati terhadap terpidana ada pada Kejaksaan Agung yang memiliki sifat diskresi atau kebebasan mengambil keputusan sendiri sesuai kewenangan jaksa. "Dalam hukum positif kita, memang tidak ada ketentuan kapan vonis hukuman mati dapat dieksekusi setelah berkekuatan hukum tetap. Tetapi, implikasi normatif penundaan tersebut bisa melanggar hak asasi manusia," katanya. Ia menjelaskan, pelanggaran hak asasi manusia itu berdasarkan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi setiap orang berhak atas jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum. Oleh karena itu, diskresi dari jaksa seharusnya dibatasi penggunaannya kalau sudah ada kekuatan hukum tetap dan tidak ada upaya hukum lain. Kasus Amrozi dan kawan-kawan, lanjut Isharyanto, sebenarnya bisa dilaporkan ke Komnas HAM atau Komnas HAM yang proaktif. UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan salah satu fungsi Komnas HAM adalah supervisi dan monitoring hak asasi manusia. "Jadi Komnas HAM harus proaktif jika ada pelanggaran hak asasi manusia," katanya. Sementara itu pakar hukum pidana Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Prof. Nyoman Serikat Putra Jaya mengatakan, pelaksanaan eksekusi mati Amrozi dan kawan-kawan memang tergantung Kejaksaan Agung. "Mungkin ada pertimbangan lain di luar hukum menyangkut penundaan eksekusi mati Amrozi dan kawan-kawan yang ditunda hingga usai puasa, yang kita tidak tahu. Mungkin pertimbangan agama untuk memberikan kesempatan beribadah atau lainnya," katanya. Namun, menurut Nyoman, setidaknya Kejaksaan Agung sudah memberikan jawaban bahwa terpidana mati Bom Bali I akan dieksekusi mati. "Dahulu ada yang tidak yakin mereka akan dieksekusi. Tetapi sekarang Kejagung sudah memberi kepastian bahwa eksekusi mati akan dilaksanakan. Sebenarnya hanya menyangkut soal waktu," katanya. Ia menjelaskan, saat ini hukuman mati masih menjadi pidana pokok. Namun, ke depan dalam perubahan KUHP ada konsep hukuman mati dikeluarkan dari paket pidana pokok dan ada pengecualian sehingga hakim harus ekstra hati-hati menjatuhkan hukuman mati. Konsep perubahan KUHP tersebut saat ini sudah diajukan ke Presiden, namun hingga kini belum diketahui kapan akan dibahas di DPR. Terkait eksekusi mati Amrozi dan kawan-kawan, Jaksa Agung Hendarman Supandji di Jakarta, Kamis (28/8) menyatakan, hingga saat ini belum bisa memastikan waktunya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008