Jakarta (ANTARA News) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) membantah kesaksian mantan Direktur Pengawasan Internal Bank Indonesia (BI), Lukman Bunyamin, dalam kasus aliran dana BI yang menyatakan BPK cenderung pasif dalam menyikapi kasus tersebut. Plt Kepala Biro Humas dan Luar Negeri BPK, B. Dwita Pradana, dalam keterangan persnya di Jakarta, Selasa, menyatakan Ketua BPK Anwar Nasution selalu menawarkan penyelesaian kasus dana BI. "Secara konsisten, Ketua BPK menyarankan kepada semua pihak terkait untuk menyelesaikan masalah itu," kata Dwita. Penyelesaian yang dimaksud adalah mengembalikan uang Rp100 miliar kepada Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI). Selain itu, menurut Dwita, BPK juga menawarkan solusi dalam bentuk koreksi pembukuan YPPI sesuai aturan hukum dan sistem akuntansi yang berlaku di BI. Usulan penyelesaian kasus dana BI melalui sewa tanah kepada YPPI, seperti yang diusulkan oleh BI, tidak bisa dibenarkan karena tidak ada dasar hukum untuk melaksanakannya. "Oleh karenanya, satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah itu adalah agar para penerima dana YPPI mengembalikan uang yang pernah diterimanya," kata Dwita menambahkan. Sebelumnya, mantan Direktur Pengawasan Internal BI Lukman Bunyamin mengatakan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas Paskah Suzetta beberapa kali menemui pejabat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menyelesaikan kasus aliran dana BI. Menurut Lukman, Paskah pernah menemui Ketua BPK Anwar Nasution, sesaat setelah BPK menemukan dugaan penyelewengan penggunaan dana BI sebesar Rp100 miliar itu. Pertemuan antara Paskah dan Anwar itu terjadi sebelum pertemuan antara beberapa pejabat BI dengan pejabat BPK pada 1 Juni 2006. "Waktu itu Paskah bertanya jalan keluar yang diinginkan BPK," kata Lukman di hadapan majelis hakim. Dalam pertemuan itu, menurut Lukman, Ketua BPK Anwar Nasution cenderung diam dan tidak memberikan solusi secara tegas. "Intinya tidak memberikan jalan keluar," kata Lukman. Kasus aliran dana BI telah menjerat lima orang, yaitu mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, mantan Deputi Direktur Hukum BI Oey Hoy Tiong, mantan Kepala Biro Gubernur BI Rusli Simandjuntak, mantan anggota DPR Antony Zeidra Abidin, dan anggota DPR Hamka Yandu. Berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan, kasus dana BI bermula ketika rapat Dewan Gubernur BI yang dipimpin Burhanuddin Abdullah mengeluarkan persetujuan untuk memberikan bantuan peningkatan modal kepada YPPI senilai Rp100 miliar. Oey diduga menyerahkan dana YPPI sebesar Rp68,5 miliar kepada pejabat BI yang saat itu terjerat kasus hukum dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), yaitu mantan Gubernur BI Soedrajad Djiwandono, mantan Deputi Gubernur BI Iwan R Prawiranata, dan tiga mantan Direksi BI, yaitu Heru Supraptomo, Hendro Budianto, dan Paul Sutopo. Sedangkan uang senilai Rp31,5 miliar diduga diberikan oleh Rusli Simandjuntak dan Asnar Ashari kepada anggota DPR, Hamka Yandu dan Antony Zeidra Abidin, untuk penyelesaian masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan amandemen UU No 23 Tahun 1999 tentang BI.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008