Jakarta (ANTARA News) - Menteri Pertanian, Anton Apriyantono menyatakan, tidak benar jika ketergantungan Indonesia terhadap produk luar untuk mencukupi kebutuhan pangan di dalam negeri sangat besar. Sebagian besar komoditas pangan, menurut dia di Jakarta, Selasa, seperti beras, gula, jagung, kentang, telur maupun daging ayam sudah mampu dicukupi dari dalam negeri bahkan dari beberapa produk tersebut Indonesia mampu mengekspor. "Impor yang tinggi hanya dilakukan untuk produk yang tidak bisa diproduksi di Indonesia seperti komoditas yang hanya ada di wilayah sub tropis. Tak mungkin semua produk diproduksi di dalam negeri," katanya. Sebelumnya, sejumlah pengamat mengatakan, Indonesia sudah terjebak dalam "perangkap pangan" negara-negara maju. Hal ini terlihat dari tujuh komoditas pangan utama non-beras yang sangat bergantung pada produk impor. Dari tujuh komoditas tersebut, empat di antaranya, yakni gandum, kedelai, daging ayam ras, dan telur ayam ras, dinyatakan sudah masuk kategori kritis. Anton mengungkapkan, komoditas pangan yang masih tergantung impor seperti gandum, kedelai dan daging sapi namun demikian jumlahnya tidak terlalu tinggi. Menanggapi penilaian bahwa Indonesia saat ini terperangkap dalam perdagangan perusahaan multinasional (Multinational Corporations/MNC), Mentan menegaskan, saat ini hampir semua negara tergantung pada MCN. Thailand yang selalu disebut pertaniannya maju, menurut dia, juga tergantung pada MNC bahkan benih jagung yang diproduksi negara tersebut juga produk perusahaan multinasional. Selain itu, Thailand juga masih mendatangkan sejumlah komoditas pertanian dari luar negeri untuk mencukupi kebutuhan domestiknya di antaranya jagung, bahkan lebih besar dari tingkat impor jagung Indonesia. Mentan menegaskan, sektor pertanian nasional dibandingkan negara-negara tetangga lainnya, tidak lebih buruk bahkan untuk komoditas-komoditas tertentu Indonesia memiliki keunggulan serta menjadi produsen dunia seperti sawit, kakao, karet. Menyinggung penilaian bahwa kegiatan riset pertanian di Indonesia masih lemah, dia mengakui hal itu disebabkan rendahnya anggaran untuk penelitian. Namun demikian, tambahnya, kegiatan penelitian di dalam negeri telah banyak menghasilkan varietas tanaman yang unggul seperti padi hibrida.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008