Manila, (ANTARA News)- Filipina menghentikan perundingan perdamaian dengan kelompok gerilyawan Muslim terbesar di negara itu, MILF, kata jurubicara presiden, Rabu. Peristiwa itu mengakhiri proses perdamaian yang telah ditandai oleh aksi kekerasan dan perselisihan pendapat. Manila membubarkan tim perunding dan akan mengubah kebijakan perdamaian pada dialog-dialog yang lebih luas dan lebih langsung dengan masyarakat-masyarakat lokal di selatan negara yang berpenduduk mayoritas beragama Katolik itu, kata Jesus Dureza, yang juga mantan penasehat perdamaian. "Tidak akan ada lagi perundingan-perundingan," kata Dureza kepada Reuters dalam satu wawancara. "Kami membubarkan tim perdamaian. Anda tidak memerlukannya apabila anda ingin mengakhiri perundingan dengan satu kelompok bersenjata. Kami akan mulai melakukan konsultasi dengan penduduk di lapangan dan mencari jalan bagaimana kami dapat menyelesaikan masalah wilayah Muslim itu." Dureza mengatakan perubahan itu dilakukan setelah para anggota Front Pembebasan Islam Moro (MILF) menyerang desa-desa di pulau Mindanao, di selatan bulan lalu, menewaskan warga sipil dan membakar properti. Aksi kekerasan itu dipicu setelah Manila batal menandatangani perjanjian wilayah dengan MILF yang memiliki 11.000 anggota. Perjanjian itu sudah dilarang oleh Mahkamah Agung untuk ditandatangani dan para ahli hukum mengatakan Mahkamah Agung memutuskan bahwa perjanjian itu tidak konstitusional. Presiden Gloria Macapagal Arroyo, Rabu menegaskan kembali penolakan pemerintah untuk menandatangani perjanjian wilayah yang lebih luas dan hak warga Muslim di wilayah selatan yang kaya sumber alam itu. "Sehubungan dengan aksi kekerasan yang dilakukan kelompok MILF yang membangkang , pemerintah tidak akan menandatangani MOA-AD (memorandum persetujuan mengenai daerah kekuasaan leluhur)," kata Arroyo dalam sebuah pernyataan. "Komitmen kami adalah pada perdamaian, proses yang konstitusional dan norma hukum. Perdamaian tidak akan diperoleh melalui aksi kekerasan, tidak ada perdamaian akan dicapai melalui intimidasi atau laras senapan," katanya. Pemerintah dan MILF direncanakan akan menandatangani perjanjian perdamaian di Malaysia 5 Agustus lalu, membentuk satu tanah air leluhur untuk empat juta warga Muslim di selatan. Beberapa politisi Katolik termasuk beberapa sekutu Arroyo, menentangnya. Pemerintah melakukan perundingan-perundingan yang tersendat sendat sejak tahun 1997 untuk menghentikan konflik yang menewaskan 120.000 orang dan mengakibatkan dua juta orang terlantar serta menghambat pembangunan di wilayah selatan yang memiliki deposit-deposit logam dan hidrokarbon. Dari tahun 2001, Malaysia menengahi perundingan perdamaian antara kedua pihak dan bulan lalu setuju mempertahankan 12 personil pasukannya yang tidak bersenjata untuk tiga bulan lagi guna membantu satu gencatan senjata sejak Juli 2003.(*)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008