Banda Aceh (ANTARA News) - Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah akan memberikan berbagai kemudahan bagi setiap investor, terutama untuk mendirikan pabrik gula pasir yang nantinya dapat menampung produksi tebu milik petani di wilayah tersebut. "Potensi tanaman tebu yang besar ini sulit bisa mensejahterakan masyarakat petani jika tanpa kehadiran pabrik gula pasir, karenanya pemerintah siap memberikan berbagai kemudahan bagi investor pabrik," kata Kabag Humas Pemkab Aceh Tengah, Windi Darsa, di Takengon, Rabu. Ia menjelaskan, potensi tanaman tebu yang digarap masyarakat petani cukup luas dengan total arealnya mencapai sekitar 5.600 hektare tersebar merata di Kecamatan Ketol. "Produksi tebu masyarakat selama ini diperuntukkan hanya bagi kebutuhan industri gula merah yang juga dikelola secara tradisional warga Ketol. Karena itu, jika ada kalangan swasta mendirikan pabrik pengolahan tebu menjadi gula pasir maka masyarakat akan mendukungnya," kata dia. Sebelumnya, Wakil Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Muhammad Nazar, menyatakan pihaknya bersama Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah sudah memikirkan untuk menggaet investor industri gula pasir. "Prinsipnya ada pihak swasta yang menyatakan kesediaannya untuk mendirikan pabrik gula pasir di Aceh Tengah, namun pengusaha tersebut minta adanya lahan inti minimal 5.000 hektare untuk menjamin pasokan tebu ke industri gula itu," katanya. Industri gula pasir itu tidak hanya mengharapkan pasokan tebu dari lahan masyarakat, tapi juga perlu lahan inti guna menjamin ketersediaan bahan baku. "Pentingnya lahan ini itu untuk menjamin keberlangsungan produksi gula jika terjadi penurunan pasokan tebu dari kebun rakyat. Saat ini, kita sedang mengupayakan ke Kementrian Kehutanan terkait pengalihan lahan HTI Tusam Lestari bisa dilepaskan kepada masyarakat setempat," ujar dia. Muhammad Nazar, menyatakan keyakinannya jika sebuah perusahaan pengolahan gula pasir bisa berdiri di Aceh Tengah, maka provinsi ujung paling barat Indonesia ini tidak mengalami lagi kesulitan gula pasir di masa mendatang.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008