Tripoli (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri AS Condoleezza Rice meninggalkan Libya, Sabtu pagi, setelah pertemuan bersejarahnya dengan pemimpin negeri itu Momamar Gaddafi. Rice adalah Menteri Luar Negeri pertama AS yang mengunjungi Tripoli selama 55 tahun. Setelah delapan jam berada di ibukota Libya, Tripoli, Rice bertolak menuju Tunis, persinggahan keduanya dalam lawatan ke Afrika Utara yang juga akan membawanya ke Aljazair dan Marokko. Rice bertemu dengan Gaddafi, yang pernah disebut sebagai "anjing gila" oleh seorang presiden AS, pada Jumat, dalam kunjungan yang ia katakan bahwa Washington tak mempunyai musuh abadi. Kunjungan Rice dimaksudkan untuk mengakhiri beberapa dasawarsa permusuhan, lima tahun setelah Libya menghentikan program senjata penghancur massalnya. "Saya kira kami meluncurkan awal yang baik. Itu hanyalah suatu awal tapi setelah bertahun-tahun, saya kira itu sangat bagus bahwa Amerika Serikat dan Libya membina jalan ke depan," kata Rice pada suatu taklimat setelah pembicaraan dengan Gaddafi di satu kompleks yang dibom oleh pesawat AS pada 1986. Rice mengatakan ia berharap akan ada duta besar baru AS di Libya "segera". "Kunjungan Rice adalah bukti bahwa Libya telah berubah, Amerika telah berubah dan dunia telah berubah. Ada dialog, saling pengertian dan persetujuan antara kedua negara sekarang," kata Menteri Luar Negeri Libya Mohammed Abdel-Rahman Shalgam. Selama bertahun-tahun, Washington menganggap Gaddafi sebagai pendukung utama terorisme dan salah satu musuh paling utamanya. Banyak peristiwa seperti pemboman pesawat Pan Am Nomor Penerbangan 103 pada 1988 di wilayah udara Skotlandia; seorang agen Libya dituduh terlibat dalam pemboman tersebut; dan serangan udara AS terhadap Tripoli dan Bengazhi pada 1986 dan ketegangan yang meluas. Namun dalam beberapa tahun belakangan, Gaddafi telah mendinginkan retorita anti-Baratnya dan berusaha mengembalikan Libya ke dalam jalur utama internasional. Pada Jumat, ia menyambut Rice di satu ruang beraroma wewangian di kompleksnya dan Rice belakangan menghadiri acara buka puasa. Dengan mengenakan jubah putih dan bros berwarna hijau dengan bentuk Afrika, Gaddafi tak berjabat tangan dengan Rice tapi meletakkan tangan kanannya di jantungnya. Menurut tradisi Islam, pria mesti menghindar kontak fisik dengan perempuan selama saat puasa. Kompleks besar tersebut, tempat mereka bertemu, meliputi bekas kamarnya, yang telah menjadi puing sejak bangunan itu dibom oleh jet-jet AS pada 1986. Serangan AS tersebut, yang menewaskan sebanyak 40 orang termasuk seorang putri angkat Gaddafi, menandai titik terendah dalam beberapa dasawarsa permusuhan antara kedua negara itu. Tak ada petunjuk bahwa staf Rice melihat puing tersebut, yang biasanya diperlihatkan para pejabat Libya kepada utusan negara asing yang berkunjung. "Ini memperlihatkan bahwa AS tak memiliki musuh abadi," kata Rice dikutip AFP. "Ini memperlihatkan bahwa ketika semua negara siap untuk membuat perubahan strategis, Amerika Serikat siap untuk menanggapi. Dengan sangat jujur saya tak pernah mengira saya akan dapat mengunjungi Libya dan itu sungguh luar biasa," katanya. John Foster Dulles adalah menteri luar negeri terakhir AS yang mengunjungi Tripoli, pada Mei 1953, sebelum Rice dilahirkan. Sebelum pertemuannya dengan Gaddafi, Rice dan Shalgam membahas kerjasama dalam berbagai bidang, terutama dalam sektor minyak dan pendidikan, demikian laporan kantor berita Libya, Jana. Gaddafi, yang pernah dijuluki "anjing gila dari Timur Tengah" oleh Presiden AS Ronald Reagan, pada waktu lalu telah menyampaikan kekaguman buat Rice. "Saya mendukung perempuan Afrika berkulit hitam yang saya sayangi," kata Gaddafi kepada statiun TV Al-Jazeera tahun lalu. "Saya mengagumi dan saya sangat bangga mengenai cara ia menyokong dan memberi instruksi kepada para pemimpin Arab." (*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008