Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai transaksi pembelian 40,8 persen saham PT Indosat Tbk oleh Qatar Telecom (Qtel) yang terjadi beberapa waktu lalu cacat hukum karena objeknya (Indosat) masih dalam sengketa hukum. "Sejak awal KPPU tetap berpendapat bahwa transaksi (Qtel) itu cacat hukum," kata Ketua KPPU, Syamsul Maarif, di Jakarta, Jumat, usai memberi keterangan pers terkait keputusan Mahkamah Agung menolak kasasi Temasek Holding atas kasus Telkomsel dan Indosat. Diketahui, pada pertengahan Juni 2008, Qtel menuntaskan akuisisi 40,8 persen saham Indosat senilai 2,4 miliar dolar Singapura, atau setara dengan Rp16,74 triliun pada harga saham Rp7.300 per lembar. Namun transaksi tersebut terjadi ketika proses hukum terhadap Temasek Holding masih bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas dugaan kepemilikan silang (cross ownership) di Telkomsel dan Indosat serta tuduhan pelanggaran persaingan usaha tidak sehat. Menurut Syamsul, sesungguhnya KPPU tidak berkompeten memberi tanggapan atas akuisisi Qtel tersebut karena merupakan domain dari Badan Pengawas Pasar Modal - Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) sebagai otoritas bursa saham di Indonesia. Akan tetapi, tambahnya, posisi KPPU tetap berpegang bahwa dalam kondisi suatu institusi sedang dalam proses pemeriksaan pengadilan seharusnya tidak boleh melakukan transaksi sekecil apapun apalagi pada kasus ini Qtel menjadi pihak pengendali baru setelah menguasai mayoritas saham. "Kalau cacat hukum tentunya bisa berakibat (transaksi) dibatalkan karena ada `pasal demi hukum`. Akan tetapi bisa dibatalkan jika ada pihak yang mengajukan gugatan melalui proses hukum," katanya. Meski begitu, Syamsul tidak berani memberi komentar siapa pihak yang berhak atau boleh mengajukan keberatan atas transaksi tersebut. "Siapa pihak yang bisa melakukan pengajuan pembatalan (transaksi), saya tidak tahu," katanya. Belakangan, transaksi Qtel atas Indosat tersebut mengundang pro dan kontra karena Qtel sebagai pengendali baru berniat meningkatkan kepemilikan saham hingga lebih dari 49 persen, padahal sesuai ketentuan Daftar Negatif Investasi (DNI) Tahun 2007 bahwa kepemilikan saham asing di satu perusahaan telekomunikasi tidak boleh melebihi 49 persen. Menurut Syamsul, sesuai Undang-Undang Persaingan Usaha bahwa konsep persaingan ada pada pengendalian yaitu ketika terjadi perubahan pemegang saham sebagai pengendali maka hal itu dikategorikan sebagai perusahaan biasa bukan lagi investasi. Terkait kemungkinan KPPU mengajukan gugatan untuk membatalkan transaksi tersebut, Syamsul mengatakan, pihaknya belum membahas masalah itu, karena belum menerima putusan atau argumen MA atas penolakan kasasi Temasek tersebut.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008