Jakarta (ANTARA Nes) - Ketua Umum Front Persatuan Nasional (FPN) KH Agus Miftach mengatakan, negara berkewajiban menjelaskan kepada masyarakat tentang substansi negara kebangsaan yang berdasarkan Pancasila, terutama Pembukaan UUD 1945 yang harus dikembangkan bukan hanya menjadi ideologi negara tetapi juga ideologi sosial. "Dalam menghadapi kasus konflik bernuansa keagamaan, sikap negara harus jelas, berpegang teguh kepada ideologi, konstitusi dan hukum negara," kata Agus yang juga ketua Umum Aliansi Suara Rakyat (ASR) dan Jamaah Wahdatul Ummah, dalam acara Dialog Kebangsaan VII di Jakarta, Rabu malam. Menurut dia, di dalam wadah Negara Pancasila, semua agama dan semua keyakinan warga negara adalah hak yang dilindungi oleh konstitusi negara. Oleh karena itu tidak boleh ada penistaan terhadap keyakinan pihak lain, semua pihak memiliki derajat dan kebebasan yang sama dihadapan hukum dan pemerintahan. Tokoh dari kalngan NU itu mengatakan, Indonesia adalah bagian dari proses modernisme dunia, terbukti dengan pilihan sistem negara yang dibentuk, bukan negara agama atau bentuk primordial lainnya, melainkan negara modern dengan ideologi modern yang terbuka Pancasila yang mampu mengatasi dan mensinergikan pluralitas-sosial menjadi satu negara yang utuh dan bersatu. Karena itu, kata Agus, negara tidak boleh gagal dalam mengembangkan ideologi negara moderen ini. Karena jika gagal negara berpotensi terjerumus kedalam perpecahan nasional dan bubar. Dia memberikan contoh, negara Pancasila seperti negara Hudaibiyah, ketika Nabi Muhammad SAW membangun kontrak sosial (aqad Muahadah al-Ijtima’iyyah) dengan suku-suku Badui, Nasrani dan Yahudi untuk mendirikan satu bangsa baru di Arabia. Agus menjelaskan, masa pemerintahan Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto yang panjang dan diwarnai dengan tindak kekerasan dan kesan kediktatoran, bukanlah suatu kegagalan, dan sama sekali bukan kegagalan Pancasila, melainkan satu tahap yang harus dilalui dalam proses pembentukan negara-bangsa modern. "Semua pihak harus menyadari bahwa satu negara modern tidak mungkin dibentuk oleh budaya tunggal, melainkan senatiasa multikultur," ujarnya. Ketua harian Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 1999-2002 itu menegaskan, proses politik yang kini tengah berkembang di Indonesia saat ini, lebih banyak "salah kaprah" yang ditandai demokrasi prosedural dengan kebebasan tanpa arah, yang justru akan melemahkan institusi negara. "Keadaan demokrasi yang demikian akan memunculkan kembali sikap fanatisme-primordial, dan lebih dari itu memperluas kemiskinan dan kemunduran ekonomi secara menyeluruh," katanya. "Untuk itu, bangsa Indonesia memerlukan demokrasi yang efektif dan bukan kekacauan sosial, melalui gerakan untuk mengembalikan Pancasila dan UUD 1945 yang asli. Sudah tentu dengan mengadops semua hasil reformasi sebagai tahapan penting dalam perjuangan bangsa, untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang maju, adil dan sejahtera," demikian KH Agus Miftach.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008