Jakarta,  (ANTARA News) - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar
Nasution menyatakan temuan BPK tentang rekening yang belum dilaporkan oleh kementerian/lembaga (K/L) dan kuasa bendahara umum negara (BUN) semakin banyak jumlahnya.

"Temuan BPK dalam laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) selama periode 2004-2007 menggambarkan bahwa rekening pemerintah yang belum dilaporkan semakin banyak jumlahnya dari tahun ke tahun dengan jumlah uang yang semakin besar pula," kata Anwar di Jakarta, Senin.

Ia menyebutkan, selama priode tersebut, temuan BPK atas rekening yang belum dilaporkan sebanyak Rp33,74 triliun.

"Terkait dengan masalah rekening liar, nampak bahwa hal ini tidak pernah bisa diselesaikan pemerintah hingga saat ini," katanya.

Menurut dia, ketidakmampuan pemerintah menerapkan sistem perbendaharaan tunggal menyebabkan uang negara tersebar di berbagai rekening, termasuk rekening individu pejabat negara yang sudah lama meninggal.

Rekening liar merupakan satu hal yang diperiksa oleh BPK. Pemeriksaan lainnya adalah menyangkut dana perimbangan, pengelolaan aset, pemeriksaan atas minyak dan gas bumi, serta pemeriksaan atas pengelolaan pertambangan.

Selain memberikan saran perbaikan sistem pengendalian intern dan penyempurnaan ketentuan, BPK juga membantu peningkatan penerimaan negara.

"Misalnya, pemeriksaan atas bagi hasil royalti dan landrent di bidang pertambangan, berhasil menambah penerimaan sebesar Rp260 miliar," katanya.

Permasalahan lain yang muncul dan menjadi pehatian publik pada 2008 juga tidak luput dari pemeriksaan dan kajian BPK. Dalam kasus likuidasi Bank Indover Amsterdam oleh Pemerintah Belanda pada 1 Desember 2008, hasil pemeriksaan BPK pada 2006 sudah menyarankan kepada BI untuk melikuidasi perusahaan itu karena tidak memberi manfaat dan cenderung menjadi beban BI.

Dalam kasus rendahnya harga gas dari ladang gas Tangguh yang diekspor ke China, BPK juga sudah menyurati pemerintah agar melakukan renegosiasi dengan China.

"Melihat harganya, kontrak penjualan gas Tangguh merupakan kontrak penjualan gas terburuk dan terparah dalam sejarah perminyakan Indonesia. Harganya lebih murah daripada harga yang harus dibayar penduduk miskin yang membeli di dalam negeri," kata Anwar.(*)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009