Jakarta (ANTARA) - Pris Polly Lengkong suatu hari menyisihkan uang sebesar Rp750 ribu untuk mengumpulkan sampah-sampah plastik dari pemulung.

Seiring berjalannya waktu, usahanya mengumpulkan botol dan sampah plastik bersama para pemulung itu ternyata mampu menghasilkan pendapatan tak dinyana hingga Rp100 juta perbulan.

Pris yang kini menjadi Ketua Ikatan Pemulung Indonesia (IPI) itu tak sendiri menikmati kesejahteraan dari ekonomi sampah plastik.

Saat ini tercatat ada sekitar 3,7 juta pemulung di 25 provinsi yang mengais kesejahteraan serupa dari sampah plastik.

Tak semata menjualnya kembali, banyak dari mereka yang mendaur ulang dan mengolah sampah-sampah itu menjadi kerajinan tangan atau produk baru dengan nilai ekonomi tinggi.

Tuti Karyati, seorang pemulung dari Cempaka Putih, Jakarta Pusat, misalnya menjadi salah satu orang yang mengolah sampah plastik menjadi kerajinan tangan yang kemudian ia jual kembali.

“Saya setiap hari memulung botol plastik dan gelas plastik, dimana saja di tempat yang saya lewati. Dan saya gunakan botol dan gelas plastik hasil memulung itu untuk dijadikan kerajinan tangan,” ujar Tuti.

Ia mengakui bisa menghasilkan satu kerajinan tangan dari setiap 10 tutup gelas plastik. “Saya bisa menjual hasil kerajinan tangan itu Rp10.000 per buah,” ujarnya. Meski tidak secara terbuka mengakui pendapatan dari hasil memulung, Tuti mengatakan bahwa apa yang ia dapat dari hasil memulung cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Sejumlah perempuan dari komunitas bank sampah menyelesaikan pembuatan kerajinan berbahan dasar daur ulang sampah di Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Rabu (18/9/2019). Kerajinan yang terbuat dari kertas koran bekas, plastik bekas, dan sampah tersebut diolah menjadi hiasan serta barang yang memiliki nilai ekonomi dan dipasarkan keseluruh Jabodetabek dengan kisaran harga Rp5.000 - Rp700.000 per buah. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/pras.


Dari fakta itu sejatinya bisa ditarik kesimpulan bahwa sampah plastik tak pernah salah, namun manajemen sampah yang mestinya diperbaiki menjadi lebih baik. Selain juga ketaatan masyarakat dalam mengelola sampah mereka sendiri.

Faktanya sampah botol air minum PET (Polyethylene Therepthalate) ternyata merupakan barang berharga yang menjadi aset yang sangat berkontribusi bagi perekonomian Indonesia. Sebab semua komponennya, mulai dari tutup, body, dan labelnya, bisa dimanfaatkan kembali untuk dikelola menjadi bahan yang nilai ekonominya tinggi.

Hal itu diutarakan Ahli Kimia dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Ahmad Zainal Abidin, yang menyebutkan bahwa sampah-sampah botol air minum plastik itu dapat diproses melalui 3 R, yaitu Reuse/refurbishment, Recycle, dan Recovery, menjadi wadah makanan, botol minuman, karpet, bantal, pakaian, monomer BHET, BBM, beton, panel isolator, dan energi.

"Jadi sampah botol PET itu tidak ada yang tidak berguna. Botol PET dapat diproses 100 persen menjadi produk berharga, sehingga tidak perlu ada pembatasan ataupun larangan penggunaannya," kata Zainal.

Dia melihat bahwa yang salah itu adalah manajemen sampah yang selama ini menggunakan pola kumpul-angkut-buang. Menurutnya, perlakuan itu harus diubah sesuai UU Pengelolaan Sampah no. 18 tahun 2008 dan Perpres No. 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga,  menjadi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir.

Kalau itu dilakukan, Zainal menyampaikan bahwa nilai ekonomi yang dapat dibangkitkan dari sampah botol plastik itu totalnya bisa mencapai Rp49.000 per kilo.


Lapangan Kerja

Dampak ekonomi daur ulang botol PET di satu sisi juga bisa menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat, di mana saat ini ada sekitar 5 juta pemulung yang menggantungkan hidupnya dari sana.

Belum lagi pengepul yang jumlahnya sekitar 1 juta orang, dan industri daur ulang sebanyak 1500, dengan tenaga kerja yang terserap di bagian formal sebanyak 4 juta.

"Jadi pelarangan penggunaan botol PET ini jelas kebijakan yang keliru karena dapat menghilangkan potensi ekonomi botol yang sangat besar. Selain itu juga akan membunuh industri botol industri daur ulang, sehingga menghilangkan lapangan kerja jutaan orang," ucap Zainal.

Ketua Umum Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI), Christine mengatakan pelaku daur ulang di Indonesia belum mendapatkan suatu dorongan dari Pemerintah.

Padahal daur ulang sampah plastik memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. "Itulah kenapa di luar negeri, pelaku daur ulang itu justru dapat insentif dari pemerintahnya,” tuturnya.

Menurut Christine, potensi bisnis daur ulang plastik sebenarnya terbilang cukup besar. Tahun lalu, dari konsumsi plastik sekitar 3-4 juta ton per tahun, bisnis daur ulang bisa mencapai 400.000 ton per tahun. Jumlah tersebut belum memperhitungkan dari perusahaan daur ulang di luar anggota ADUPI.

"Hasil daur ulang botol plastik utamanya adalah plastik cacahan, yang selanjutnya menjadi bahan baku untuk produk peralatan rumah tangga dan lainnya. Namun, khusus untuk pasar ekspor, hasil daur ulangnya sudah berbentuk barang jadi,” ujarnya.

Maka kemudian banyak pihak yang menyatakan keheranannya mengapa justru pemerintah melarang botol PET ini.

Padahal nilai jual dan nilai ekonomi dari plastik PET ini sangat tinggi, sehingga semestinya pemerintah justru meningkatkan potensi ekonomi dari plastik PET ini.

Sementara itu Perwakilan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Rachmat Hidayat, menyampaikan pelarangan terhadap plastik kemasan berlanjut, itu akan berdampak terhadap perekonomian Indonesia.

Sebab, banyak industri yang produknya menggunakan wadah dari plastik, misalnya makanan dan minuman (mamin).

Padahal, industri ini memberikan kontribusi tinggi yaitu nyaris 20 persen terhadap Produk Domestik Bruto nonmigas.

“Bila kinerja industri ini terganggu, maka ada risiko dari segi lapangan kerja. Risiko lainnya yaitu penurunan penerimaan negara dari sektor makanan dan minuman," katanya.

Membuat ecobrick dengan limbah plastik sekolah



Edukasi Masyarakat

Koordinator Komunitas Plastik untuk Kebaikan, Eni Saeni, menyatakan komunitasnya akan terus melakukan edukasi kepada masyarakat soal pentingnya memilah sampah plastik di rumah.

“Kami membuat gerakan memilah sampah agar sampah bisa dikelola dengan baik. Tapi mestinya pemerintah juga harus turun tangan dalam tata kelola ini. Masyarakat, komunitas, bank sampah, pemulung dan industri daur ulang sudah melakukannya, tinggal dari pemerintahnya bagaimana?” kata Eni.

Komunitas Plastik untuk Kebaikan telah melakukan gerakan edukasi pilah plastik dengan insentif menukarkan sampah plastik masyarakat dengan sembako. Hasilnya, dalam 2 jam terkumpul 7 kantong besar sampah plastik di CFD pada 10 November 2019.

Sedangkan Endang Truni Tresnaingtyas, Direktur Bank Sampah Induk Patriot Bekasi juga berharap ada dukungan dari pemerintah untuk bisa mengakselerasi tumbuhnya bank sampah.

Tianingsih Permata Sari, Kasi Daur Ulang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mengatakan, terkait dengan larangan penggunaan botol plastik, pemerintah tidak pernah menggunakan satu pendekatan saja dalam menangani sampah plastik.

“Ini bagian dari reduce, di mana konsumsi sampah tiap orang dikurangi. Pendekatan lain adalah reuse dan recycle,” kata Tias.
 

Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2019