Jakarta (ANTARA News) - DPR menunda pengesahan RUU tentang Anti Pornografi dan Pornoaksi (APP) dari rencana tanggal 23 September 2008, mengingat masih dilakukan sosialisasi di masyarakat. Ketua Pansus RUU APP, Balkan Kaplale, di Jakarta, Jumat, menyatakan, Pansus berusaha memperhatikan masukan yang disampaikan masyarakat. Komposisi keanggotaan Pansus juga telah mencerminkan kepentingan semua daerah. Pernyataan Balkan membantah pernyataan anggota Pansus RUU APP DPR, Ali Mochtar Ngabalin yang mengemukakan bahwa Rapat Paripurna DPRI pada Selasa, 23 September 2008, mengagendakan pengesahan RUU APP sebagai UU. Hingga saat ini masih terjadi tarik-menarik kepentingan di antara fraksi-fraksi di DPR mengenai RUU APP. Fraksi PDIP sejak awal menolak RUU ini, namun sejumlah fraksi lain, seperti PKS dan Bintang Pelopor Demokrasi berusaha menggolkan RUU APP. "Insya Allah pengesahan RUU APP sebagai UU akan dilakukan pada rapat paripurna DPR, 23 September mendatang," katanya di Jakarta, Kamis (18/9). Pernyataan Ali Mochtar itu diampaikan usai menjadi salah pembicara dalam peluncuran buku "Menusuk Ahmadiyah" karya pengamat intelijen Wawan H Purwanto. Menurut Ali Mochtar, nasib RUU APP itu akan diputuskan dalam rapat paripurna DPR tersebut, apakah akan disahkan sebagai UU atau tidak. Ketika ditanya mengenai ancaman sejumlah fraksi seperti Fraksi PDIP yang akan memboikot sidang paripurna, Ali Mochtar mengatakan, jika ada fraksi yang tidak ikut rapat paripurna, maka akan dilakukan pemungutan suara (voting). "Kita akan putuskan lewat voting, sebagai salah satu bentuk mekanisme pengambilan keputusan di DPR," katanya. Ali Mochtar menambahkan, kekhawatiran sejumlah pihak bahwa dengan adanya UU APP itu akan muncul perda-perda bernuansa syariah, tidak perlu terjadi. Karena, menurut dia, kekhawatiran itu hanya merupakan fitnah dari kelompok-kelompok yang tidak mendukung RUU APP itu. "RUU ini penting karena sudah lama kaum perempuan dan anak-anak tercederai dengan maraknya pornografi dan pornoaksi," katanya. Anggota Fraksi Partai Bulan Bintang itu juga membantah bahwa RUU tersebut dilatarbelakangi oleh pola pikir agamis. Landasan RUU itu, katanya, adalah UUD 1945 pasal 28 huruf J ayat 2 yang menyatakan bahwa kebebasan berpendapat diatur dengan UU untuk menjaga nilai-nilai agama, moral, dan budaya. (*)

Copyright © ANTARA 2008