Jakarta (ANTARA News) - Dirjen Migas Departemen ESDM, Evita Herawati Legowo mengatakan, penurunan harga BBM bersubsidi mesti dikaji bersama dengan DPR. "Sebab, subsidi BBM ditentukan pemerintah bersama DPR," katanya usai menjadi pembicara dalam seminar yang diselenggarakan LKBN ANTARA di Jakarta, Jumat. Ia melanjutkan, pemerintah juga masih mencermati penurunan harga minyak dunia yang terjadi sekarang ini sebelum mengambil keputusan menurunkan harga BBM subsidi. Sampai saat ini, harga minyak Indonesia (Indonesia crude price/ICP) masih 103,4 dolar AS per barel atau belum mencapai patokan APBN Perubahan 2008 yang 95 dolar AS per barel. "Jadi, kami masih menunggu perkembangan harga minyak selanjutnya," kata Evita. Menteri ESDM, Purnomo Yusgiantoro juga mengatakan, pemerintah tidak akan terburu-buru dalam mengambil keputusan menurunkan harga BBM bersubsidi. "Sebab harga minyak itu genit sekali. Susah diprediksikan, sehingga kita tidak bisa mengambil keputusan terburu-buru," ujarnya. Dulu, lanjutnya, harga minyak mentah diramalkan mencapai 200 dolar AS per barel, namun sekarang sudah di bawah 100 dolar AS per barel. Tahun 2001-2002, saat negosiasi harga gas alam cair Tangguh, harga minyak diprediksikan maksimal 25 dolar AS per barel. "Saat itu, sembilan institusi terkemuka dunia hanya memprediksi harga minyak maksimal 25 dolar AS per barel. Tidak ada satupun yang mengira sampai 100 dolar AS per barel," katanya. Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR, Sutan Bhatoegana meminta, pemerintah tidak menurunkan harga BBM bersubsidi sampai harga pasar BBM di bawah harga bersubsidi. "Kalau harga pasar premium sudah di bawah harga bersubsidi Rp6.000 per liter, maka baru dikaji opsi penurunan harganya," tambahnya. Menurut dia, turunnya harga minyak dunia sekarang ini berdampak positif karena menurunkan subsidi BBM.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008