Jakarta, (ANTARA News) - Sidang tujuh anggota Laskar Pembela Islam (LPI) yang diduga terlibat insiden Monas 1 Juni 2008, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin sempat ricuh akibat kehadiran saksi dari Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) yang dianggap telah memprovokasi massa ormas Islam itu. Kejadian itu bermula saat dalam persidangan yang hendak mendengarkan keterangan saksi dari AKKBB, M Guntur Romli, namun saksi AKKBB itu terlihat menunjuk saksi dari LPI, Narto dan Subhan, yang meneriakkan, "Bubarkan Ahmadiyah". Akibatnya pengunjung ruang sidang yang didominasi massa dari LPI dan Front Pembela Islam (FPI), seusai persidangan massa itu berusaha mengejar M Guntur Romli yang dianggap telah memperkeruh suasana pendukung terdakwa LPI. Sejumlah aparat kepolisian langsung naik ke lantai tiga gedung PN Jakpus, yang sekaligus mengamankan M Guntur Romli dari hajaran massa FPI yang tampak kesal dengan perilaku M Guntur Romli yang dianggap sering menghina umat Islam. "M Guntur Romli yang memulai dengan menghina LPI, hingga memancing emosi yang lain," kata anggota FPI, Tubagus Sidik. Sementara itu, penjagaan ketat di areal kompleks PN Jakpus itu tetap dilakukan, selama berlangsungnya persidangan Panglima LPI, Munarman dan Habib Rizieq. Sementara itu, sidang Ketua FPI, Habib Rizieq dan Panglima LPI, Munarman, ditunda sampai Kamis (25/9) mendatang, setelah kedua terdakwa insiden Monas itu, tidak hadir dalam ruang persidangan. "Sidang ditunda sampai Kamis (25/9) mendatang," kata pimpinan majelis hakim PN Jakpus, Panusunan Harahap. Kuasa hukum Munarman, Syamsul Bahri Rajam, mengatakan, alasan ketidakhadiran kliennya, Munarman, bersama Habib Rizieq ke ruang persidangan, akibat saksi dari Ahmadiyah diambil sumpah secara Islam. "Klien kami keberatan dengan pengambilan sumpah saksi Ahmadiyah dengan menggunakan Islam," katanya. Pasalnya, kata dia, klien kami memegang pada fatwa MUI 1980 dan 2005 yang menyatakan bahwa Ahmadiyah itu sesat dan menyesatkan. "Hingga saksi Ahmadiyah itu, jangan diambil sumpah dengan menggunakan Islam, tapi menggunakan kitabnya Tadzkirah," katanya. Sementara itu, salah seorang Jaksa Penuntut Umum (JPU), Asep Mulyana, menyatakan, pihaknya berpijak pada saksi Ahmadiyah yang tercatat beragama Islam. "Kalau ingin menggunakan Tadzkirah, maka minta kepada majelis hakim," katanya.(*)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008