Jakarta (ANTARA News) - Untuk mencegah monopoli kepemilikan dan demokratisasi informasi, pemerintah akan berhati-hati mengeluarkan Izin Siaran Radio (ISR) bagi stasiun-stasiun TV baru, terutama yang berafiliasi terhadap stasiun TV besar. "Tidak bisa dibilang pembatasan (pemberian ISR), tetapi harus dipertimbangkan secara hati-hati," kata Dirjen Postel Depkominfo Basuki Yusuf Iskandar sebelum rapat bersama Panja (Panitia Kerja) Frekuensi Komisi I DPR RI di Gedung DPR Jakarta, Selasa. Depkominfo mengidentifikasi beberapa grup LPS (lembaga penyiaran swasta) seperti Sun TV (di bawah PT MNC/Media Nusantara Citra Tbk) dan TV anak Space Toon mengajukan permohonan ISR di beberapa daerah. Sun TV mengajukan permohonan siaran di beberapa tempat di Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi, sedangkan TV Space Toon mengajukan permohonan di beberapa daerah di Sumatera dan Jawa. Basuki mengatakan pemerintah perlu berhati-hati memberikan ISR agar filosofi UU 32/2002 tentang Penyiaran yaitu mencegah monopoli kepemilikan, dan demokratisasi informasi melalui menganekaragamkan kepemilikan dan konten isi siaran (diversity of ownership dan diversity of content) bisa dicapai. Sampai 15 September 2008, Ditjen Postel telah menerima permohonan baru ISR untuk penyelenggaraan 72 TV Siaran di 22 propinsi. Selain itu, Depkominfo telah menghentikan (moratorium) pemberian izin baru siaran televisi maupun radio karena sedang menata penggunaan frekuensi secara nasional, salah satunya melalui implementasi siaran digital. Pekan lalu, Dirjen SKDI (Saran Komunikasi dan Diseminasi Informasi) Freddy Tulung meminta pemerintah segera membuat peraturan mengenai pembatasan kepemilikan silang pada stasiun-stasiun televisi. "Kami akan menyusun regulasi untuk ke depannya melakukan pembatasan terhadap kepemilikan silang (cross ownership) oleh perseorangan atau badan hukum," kata Freddy Tulung kepada DPR, pekan lalu (16/9). Depkominfo akan dengan cermat mengawasi kepemilikan silang (cross ownership) sesuai dengan kewenangan berdasarkan peraturan yang berlaku. Anggota Komisi I DPR RI Djoko Susilo menyetujui inisiatif Depkominfo mencapai demokratisasi informasi melalui menganekaragamkan kepemilikan dan konten isi siaran karena ia menilai distribusi frekuensi penyiaraan saat ini kurang adil. Djoko mencontohkan pengusaha Hary Tanoesodibyo sebagai pemilik PT MNC mempunyai kurang lebih 100 frekuensi di RCTI (sekitar 50 frekuensi), TPI (sekitar 20 frekuensi), Global TV (sekitar 17 frekuensi) dan TV berbayar Indovision serta sindikasi radio Trijaya. "Hary Tanoe menguasai 100 frekuensi, padahal jumlah frekuensi di Indonesia hanya sekitar 250-an. Apakah itu wajar atau tidak?," tanya Djoko.(*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2008