IPO bisa dilakukan pada 2022 apabila pada 2021 pihaknya bisa membayarkan dividen kepada pemegang saham.
Jakarta (ANTARA) - PT MRT Jakarta mempersiapkan diri untuk melantai perdana di Bursa Efek Indonesia atau initial public offering (IPO) pada 2022 apabila perusahaan mampu menjaga kinerja positif.

Direktur Utama PT MRT Jakarta William Sabandar dalam paparannya yang bertajuk “MRT Jakarta: Mengawal Keberlanjutan” di Jakarta, Rabu, menjelaskan IPO bisa dilakukan pada 2022 apabila pada 2021 pihaknya bisa membayarkan dividen kepada pemegang saham.

“Pada 2021 komitmen kami mulai membayar dividen, kami akan lihat, kami akan bagi mana dana pengembangan, mana dana dividen sehingga kalau tiga tahun (2019-2021) ini berturut-turut dijaga keuangan kami seperti ini, pada 2022 kami mengusulkan IPO,” katanya.

William menyebutkan pada tahun pertama pengoperasian MRT, yakni sejak April hingga Desember 2019, pihaknya optimistis membukukan laba bersih Rp60-70 miliar dari pendapatan Rp1 triliun dan pengeluaran biaya operasional Rp940 miliar.

Baca juga: MRT Jakarta optimistis bukukan laba Rp70 miliar pada 2019

Pendapatan itu ditopang paling besar yakni dari non-tiket (non-farebox) Rp225 miliar, sementara tiket (farebox) Rp180 miliar.

Dari pendapatan non-tiket itu, kontribusi paling besar yakni periklanan 55 persen, hak penamaan stasiun (naming rights) 33 persen, telekomunikasi dua persen dan retail serta Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) satu persen.

Ia mengatakan, apabila pendapatan dari nontiket ini terus ditingkatkan, pendapatan dan laba akan terdongkrak sebagaimana yang ditargetkan, yakni laba bersih Rp200-250 miliar pada 2021 dan Rp300-350 miliar pada 2022.

“Ini sebuah terobosan, ini yang harus dijaga supaya perusahaan sehat, memberikan layanan yang premium karena dengan begitu kami akan mendapatkan bisnis yang premium,” katanya.

Selain itu, lanjut William, pada 2021 pihaknya juga mulai mengelola Kawasan Berbasis Transit (Transit Oriented Development/TOD) yang juga menambah pundi-pundi pendapatan karena potensi per tahun bisa mencapai Rp242 triliun di lima kawasan, yakni Dukuh Atas, Istora Senayan, Blok M, Fatmawati dan Lebak Bulus.

Dia menambahkan selain untuk pembayaran dividen, juga akan digunakan untuk subsidi silang guna menurunkan nilai subsidi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di mana sepanjang 2019 mencapai Rp560 miliar.

Baca juga: Mengulas alur pendanaan MRT hingga upaya menutupi biaya operasi

“Pada saat kami menyetor dividen di sini, dari Rp300 miliar laba, katakanlah Rp100 miliar ini untuk dividen, ini yang bisa dipakai untuk cross-subsidizing, penurunan nilai subsidi dari pemerintah. Mengurangi subsidi bisa, tapi kami tunggu sampai keuntungan bisa untuk bayar dividen,” ujarnya.

Dana publik yang didapatkan dari IPO, kata William, juga akan digunakan untuk pengembangan MRT Jakarta yang ditargetkan panjang lintasan terbangun, yakni 230 kilometer pada 2030 dari yang saat ini 16 kilometer.

“Kami tidak bisa mengandalkan pinjaman G to G (antarpemerintah), kami harus membuka opsi lain, salah satunya menggunakan dana publik karena kami harus dapat 230 kilometer pada 2030,” katanya.

Selain IPO, ia menambahkan, tidak tertutup kemungkinan juga menerbitkan surat utang atau obligasi, pemanfaatan nilai kawasan (land value capture), pinjaman langsung (direct landing sovereign) dan export credit facility.

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019