Jakarta (ANTARA News) - Ekstasi jadi pilihan aktivitas bandar narkoba asal Afrika akhir-akhir ini padahal selama ini mereka "merajai" jaringan heroin di Indonesia. Kepala Unit II Direktorat Narkoba Polri, Kombes Pol Siswandi di Jakarta, Kamis, menyatakan mereka beralih ke ekstasi karena jaringan heroin sudah terjepit karena operasi Polri. "Heroin mulai langka di pasar gelap. Harga naik dari Rp1,2 per gram menjadi Rp1,8 per gram. Kalau harga naik berarti barang langka," katanya. Ia yakin langkanya heroin terjadi karena banyak para bandar asal Afrika yang tertangkap akhir-akhir ini tidak saja bandar level menengah tapi juga level tinggi di Indonesia. "Karena itulah, mereka ada yang beralih dari heroin ke ekstasi. Dulu, maka ada bandar narkoba asal Afrika tidak mau sama sekali dengan ekstasi," katanya. Selain itu, jumlah barang bukti yang disita dari para bandar Afrika mulai menyusut dari ratusan gram menjadi rata-rata antara lima hingga 20 gram. Menurut dia, bisnis gelap orang-orang Afrika ternyata tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di beberapa negara lainnya. "Di Malaysia, warga Afrika banyak menjalankan bisnis gelap narkoba juga. Di Jepang, mereka menguasai bisnis prostitusi," katanya. Di Indonesia, mereka merekrut wanita asal Indonesia untuk mengambil narkoba dari luar lalu dibawa masuk ke Indonesia. "Sedangkan di Malaysia, mereka juga merekrut wanita lokal tetapi untuk menjadi kurir narkoba di luar Malaysia dan tiba Malaysia tidak bawa narkoba melainkan uang saja," katanya. Dalam jaringan narkoba di Indonesia, bandar Afrika dikenal menguasai jaringan heroin sedangkan jaringan ekstasi dan sabu dikuasai bandar asal Asia. Sebelumnya, Direktorat Narkorba Polda Metro Jaya menemukan modus baru bentuk ekstasi yakni kapsul yang diisi dengan serbuk ekstasi dengan kualitas dan harga yang sama dengan ekstasi berbentuk tablet. Barang bukti itu milik Mirke, WN Nigeria yang kini menjadi napi dalam kasus yang sama di Rutan Salemba.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008