Yogyakarta (ANTARA News) - Paguyuban abdi dalem Keraton Yogyakarta akan mengibarkan panji-panji (bendera) paguyuban di simpang empat Tugu Yogyakarta, Selasa siang (7/10) sebagai simbol `Presetya Manunggaling Kawula Gusti` dan dukungan untuk Sri Sultan Hamengkubuwono X. "Kegiatan ini akan diikuti berbagai elemen masyarakat Yogyakarta yang tergabung dalam `Kawula Ngayogyakarta` dengan menggelar aksi budaya dalam bentuk pengibaran bendera panji-panji abdi dalem sebagai bentuk sikap kawula Ngayogyakarta maneges terhadap Ngarso Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Ingkang Jumeneng Kaping X (Sri Sultan HB X)," kata koordinator aksi, Agung Bondok, Senin. Menurut dia, dalam sikap seperti ini, kawula (masyarakat) akan senantiasa manunggal (bersatu) dan sendiko (siap) terhadap sikap apapun yang akan diambil Sultan HB X terhadap masa depan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). "Panji-panji yang akan dikibarkan adalah, Panji Merah Putih, Panji Paguyuban Abdi Dalem Keprajan/Propinsi Budi Wadu Praja, Panji Paguyuban Abdi Dalem Kota Yogyakarta Bangun Tolak, Panji Paguyuban Abdi Dalem Bantul Pandan Binetot, Panji Paguyuban Abdi Dalem Kulonprogo Pare Anom, Panji Paguyuban Abdi Dalem Gunungkidul Podang Ngisep Sari dan Panji Paguyuban Abdi Dalem Sleman Mega Ngampak," katanya. Ia mengatakan, ketujuh panji tersebut akan di pasang berjejer masing-masing satu buah di empat sudut Tugu Yogyakarta mulai hari Selasa (7/10) sampai dengan Sabtu (11/10). "Kemudian pada hari Rabu (8/10) jam 21.00, panji-panji yang telah diperbanyak masing-masing panji paguyuban berjumlah 100 buah (jadi total ada 600 buah), akan ikut dikirabkan dalam Laku Budaya Topo Bisu Mubeng Beteng (berjalan tanpa bersuara mengelilingi Beteng Kraton Yogyakarta) yang dilakukan oleh segenap abdi dalem Kasultanan dan Pakualaman," katanya. Lebih lanjut ia mengatakan, seusai laku budaya, bendera ini akan dibagikan kepada peserta dan masyarakat untuk dikibarkan di halaman rumahnya masing-masing sampai dengan hari Sabtu (11/10). "Dalam situasi dan kondisi masyarakat saat ini, aksi budaya pengibaran panji-panji di Tugu, sekaligus laku budaya topo bisu mubeng beteng, dan juga pengibaran panji ri rumah-rumah masyarakat, kami maknai sebagai bentuk penghargaan sekaligus kebangaan terhadap simbol-simbol budaya yang dimiliki Yogyakarta," katanya. Budaya ini sangat khas, unik dan menjadi bagian dari sejarah Yogyakarta semenjak `Hadeging Nagari Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat` (berdirinya kraton Yogyakarta) pada tahun 1755 hingga sampai saat ini ketika Yogyakarta menjadi bagian tidak terpisahkan dari Republik Indonesia sejak diterbitkannya Maklumat 5 September 1945. "Budaya Yogyakarta ini, atau dalam ranah politik materialisasinya berupa status keistimewaan Yogyakarta, merupakan jati diri Yogyakarta. Nah apabila regulasi nasional (Undang-Undang Keistimewaan) nantinya tidak memperhatikan hal ini, betapa telah terjadi pengingkaran terhadap sejarah Yogyakarta," katanya. Ia menambahkan, kawula Ngayogyakarta menyatakan diri menolak sekaligus tidak rela apabila Yogyakarta menjadi obyek eksploitasi elit politik maupun kelompok kepentingan lain yang tidak memiliki pemahaman sejarah budaya masyarakat Yogyakarta. (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008