Beijing, (ANTARA News) - Para pemimpin dunia telah meluncurkan berbagai rencana penyelamatan dari krisis ekonomi global, tapi tak ada rencana yang ditawarkan guna mengatasi krisis hewan mamalia di dunia. Xinuanet mengutip survei utama tahunan oleh pencinta margasatwa global memperingatkan bahwa sedikitnya 1.141 dari 5.487 hewan mamalia yang dikenal terancam, dan 188 terdaftar dalam kategori resiko tertinggi "sangat terancam". International Union for the Conservation of Nature (IUCN) melibatkan 1.700 ahli di 130 negara untuk penilaian "daftar merah". Laporan tersebut mengkonfirmasi dampak yang menghancurkan akibat pembersihan hutan, perburuan, penangkapan ikan, polusi dan perubahan iklim terhadap populasi dan sejumlah kategori hewan yang paling banyak dipelajari di dunia. Meskipun banyak negara dianggap bertanggung jawab atas nasib fauna di dalam perbatasan mereka, mereka perlu membangun koalisi internasional untuk menyelamatkan banyak spesies yang hidup atau berenang di seluruh perbatasan nasional. Kenyataannya ialah tak ada strategi pelestarian jangka-panjang untuk menghalangi kepunahan spesies terancam pada masa depan, kata IUCN. Yang lebih, tambahnya, manusia membuat spesies lain punah. "Kita telah menjadi tak perduli terhadap keterangan yang menyedihkan ini dan kini benar-benar mengabaikannya tanpa berusaha memikirkan dampaknya," katanya. Kesimpulan Mark Wright, ilmuwan yang memimpin Dana Marsatwa Dunia, keras tapi benar. "Kita sudah terlalu terbiasa untuk melihat laporan yang mengeluhkan nasib planet ini atau kemerosotan jumlah hewannya. Dan kita menjadi sangat tidak sensitif mengenai ini," katanya. Populasi ikan lumba-lumba air tawar di China hanya ditemukan di Sungai Yangtze di negeri itu. Hewan tersebut hanya dapat hidup di air tawar. Lumba-lumba itu adalah pemangsa yang oportunistik dan memangsa sangat banyak spesies ikan air tawar. Penyebab kemerosotan hewan tersebut meliputi kerusakan habitat, penangkapan yang berlebihan, polusi dan kecelakaan selama lalu-lintas padat di sungai. Spesies itu dilindungi secara hukum di negeri tersebut, tapi upaya pelestarian belum berhasil memindahkan ikan lumba-lumba Sungai Yangtze dari kategori sangat terancam. Suatu penelitian ilmiah selama enam-pekan pada musim panas 2007 menyimpulkan bahwa spesies tersebut sekarang mungkin sudah punah, yang, tentu saja, belum secara resmi dikonfirmasi. Berkurangnya jumlah hewan mamalia itu adalah masalah global. Berbagai kegiatan manusia ditambah dengan tingkat yang lebih besar atau kecil perubahan iklim dapat mengakibatkan kepunahan, kata IUCN. Data dari IUCN yang telah disiarkan diharapkan dapat mendorong semua negara untuk memperlihatkan itikad politik dan keinginan masyarakat untuk memperkokoh pelestarian spesies semacam itu. Tentu saja, katanya, uang diperlukan untuk melaksanakan strategi pelestarian, tapi keputusan yang layak mesti dibuat mengenai tempat dan cara uang itu dibelanjakan.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008