Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi dari Tim Indonesia Bangkit Iman Sugema menilai Indonesia saat ini lebih rentan terkena krisis dibandingkan sepuluh tahun lalu. "Sumber yang membuat kita rentan terkena krisis jauh lebih besar daripada yang menyebabkan krisis 10 tahun lalu. Karena itu pemerintah harus berhati-hati dan tidak boleh menganggap enteng dampak krisis Amerika," kata Iman di Jakarta, Senin. Menurut dia, uang panas yang masuk ke Indonesia dalam kurun 2002-2007 lebih besar, yakni 24,5 miliar dolar AS dibanding tahun-tahun sebelumnya yang hanya setengahnya. Selain itu, jumlah utang luar negeri Indonesia saat ini lebih besar mencapai 88 miliar dolar AS belum ditambah utang Surat Utang Negara (SUN) secar aglobal, sedangkan di jaman Orde Baru mencapai 54 miliar dolar AS. "Tidak heran jika JP Morgan memberi `warning` untuk tidak membeli surat utang Indonesia. Ini bukti perekonomian kita rapuh," ujar dia. Uutang pemerintah dan swasta saat krisis 1997-1998 mencapai 129 miliar dolar AS, namun kini jumlahnya telah mencapai 146 miliar dolar AS. Jika dulu harga komoditas turun, maka saat ini pun harga komoditas turun. Dengan pemicu krisis yang lebih besar dibanding sepuluh tahun lalu, Iman yakin Indonesia tidak mungkin tidak terkena imbas dari krisis berskala global ini. Jika krisis 10 tahun lalu dipicu dari Thailand yang perekonomiannya hanya setengah dari Indonesia, maka saat ini pemicunya adalah Amerika Serikat sehingga dampaknya pun akan besar. "Yang terpenting saat ini bagaimana respon pemerintah pada kondisi saat ini. Tidak mengundang IMF rasanya akan lebih baik, krisis ini bisa lebih gampang diatasi," ujar dia. (*)

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2008