Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah memutuskan untuk membatasi impor bahan baku produksi konsumsi, terutama untuk bahan baku yang bisa diproduksi dalam negeri, untuk menghidupkan industri bahan baku dan barang modal di dalam negeri. "Misalnya untuk membuat pupuk NPK, bahan baku nitrat-nya akan dicoret dari daftar impor," kata Deputi Kemenko Perekonomian bidang Industri dan Perdagangan, Edy Putra Irawady, di Jakarta, Rabu. Menurut dia, kebijakan ini akan menghidupkan industri bahan baku dan barang modal di dalam negeri apalagi mengingat alokasi belanja bahan baku yang cukup besar saat ini. Dia mencontohkan, daftar pembelian barang modal sektor pertambangan pada tahun 2008 mencapai empat miliar dolar AS, terdiri atas pembelian di dalam negeri 1,3 miliar dolar AS dan impor 2,7 miliar dolar AS. Namun pada daftar impor, tambahnya, ditemukan sebagian besar barang sudah diproduksi di dalam negeri. "Misalnya, mobil truk, kampas rem, sampai makanan kaleng. Itu sudah diproduksi di sini," katanya. Selain itu, katanya, aturan pembatasan lain yang dikeluarkan adalah ketentuan bahwa pengimpor merupakan produsen produk tersebut di Indonesia sehingga pelaku impor harus memiliki pabrik di Indonesia. Berdasarkan ketentuan tersebut, katanya, semua produk impor hanya bisa didatangkan oleh Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), seperti telah diberlakukan pada impor automotif, yaitu produsen impor (PI) atau pabrik mereka yang dibuka di Indonesia. Jika tidak memiliki PI, katanya, maka izin impor atas bahan baku produksi konsumsi tersebut akan diserahkan pada satu Importir Terdaftar (IT) yang ditetapkan Departemen Perdagangan. Umumnya hak impor diberikan pada IT atau PI yang mendistribusikan barang sejenis. "Misalnya, telepon genggam itu diserahkan pada importir kalkulator, atau produsen merek lain," katanya. Pemerintah, tambahnya, juga akan memberikan batas waktu tertentu, misalnya enam bulan hingga dua tahun, bagi produsen asal barang impor untuk membuat pabrik di Indonesia. "Jika tidak, mereka akan kehilangan pasarnya di sini," kata Edy. Menurut Edy, fokus pertama pihaknya adalah penertiban hak impor barang konsumsi dengan "end user" masyarakat umum, misalnya barang elektronik seperti telepon genggam, dan komputer. Lebih lanjut, Edy mengatakan semua aturan pembatasan hak impor itu sedang dikoordinasikan antara Departemen Perdagangan dengan Departemen Perindustrian karena sudah disetujui di level Kementerian Koordinator bidang Perekonomian.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008