Istanbul (ANTARA) - Otoritas Turki harus membahas kelemahan dalam menangani pencucian uang dan pendanaan terorisme dan, jika tidak, akan ditambahkan ke "daftar abu-abu" negara-negara dengan kontrol keuangan yang tidak memadai, menurut pengawas pencucian uang global.

Melalui laporan yang dirilis pada Senin (16/12), Financial Action Task Force (FATF) yang berbasis di Paris menggarisbawahi kesenjangan dalam upaya Turki mencegah pendanaan terorisme dan penyebaran senjata pemusnah massal.

Dari 11 sektor yang dievaluasi, Turki dianggap memerlukan perbaikan besar atau mendasar dalam sembilan sektor. Temuan laporan itu mengartikan Ankara akan diawasi selama setahun, dan dapat ditambahkan ke daftar abu-abu apabila mereka tidak melakukan perbaikan.

Pengawas menyebutkan Turki harus melakukan "perbaikan mendasar dalam sejumlah langkah untuk membekukan aset yang terkait dengan terorisme, organisasi dan pemberi dana teroris."

Turki memiliki tingkat kepercayaan rendah untuk pendanaan terorisme, menurut laporan. Data yang katanya diberikan oleh otoritas menunjukkan lebih dari 6.000 orang dituntut pada 2017 namun hanya 115 yang divonis.

Ankara juga harus memperbaiki upaya untuk mencegah "penggalangan, transfer dan penggunaan dana untuk senjata pemusnah massal," bunyi laporan tersebut.

Laporan itu juga menyebutkan bahwa Turki lamban dalam menindaklanjuti resolusi Dewan Keamanan PBB yang berhubungan dengan Iran dan Korea Utara.

Turki menyatakan pihaknya mematuhi semua hukum internasional dan resolusi PBB.

Laporan FATF juga meminta Turki memperkuat penggunaan intelijen finansial mereka dalam kasus pencucian uang dan mengembangkan strategi nasional untuk menyelidiki dan menuntut berbagai macam pencucian uang.

Sumber: Reuters

Baca juga: AS siap hancurkan ekonomi Turki jika pihaknya terus lakukan serangan

Baca juga: AS beri ancaman ekonomi jika Turki serang Kurdi di Suriah

Baca juga: Indonesia-Turki bahas negosiasi kemitraan ekonomi komprehensif

 

Menkopolhukam Bahas Persiapan Masuk FATF

Penerjemah: Asri Mayang Sari
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2019