Jakarta (ANTARA News) - Keseluruhan nilai aset bisnis TNI tercatat Rp3,4 triliun atau lebih tinggi dari hasil inventarisasi yang dilakukan Tim Supervisi Transformasi Bisnis TNI (TSTB) yakni Rp1,5 triliun. Ketua Tim Pengarah Tim Nasional Pengalihan Bisnis TNI Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan itu pada rapat kerja Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono bersama Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso dengan Komisi I DPR di Jakarta, Selasa. Berdasar temuan tersebut, tim pelaksana Tim Nasional Pengalihan Bisnis TNI merekomendasikan dua hal kepada tim pengarah, yang dapat segera dilaksanakan hingga proses pengalihan bisnis TNI dapat selesai tepat waktu yakni Oktober 2009. "Dua rekomendasi tersebut adalah pemanfaatan aset negara yang dikelola TNI bersama pihak kedua, dan perilaku oknum TNI yang berbisnis," kata Sjafrie. Rekomendasi mengenai aset negara yang dikelola TNI bersama pihak kedua, bisa langsung ditindaklanjuti dengan mengacu pada UU Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). "Pelaksanaannya di tataran teknis, cukup diatur dengan peraturan menteri pertahanan, yang sudah selesai dirumuskan. Posisi aset negara tersebut, tetap berada di bawah pengelolaan Departemen Pertahanan. Hanya saja, dari nilai kontrak dari kerja sama pengelolaan tersebut, diserahkan kepada kas negara menggunakan mekanisme PNBP,` ujar Sjafrie. Dengan begitu, lanjut dia, dimungkinkan ada degradasi pendapatan. "Kalau dulu 100 perak, misalnya, sekarang nol perak," kata Sjafrie. Terkait itu, dalam mekanisme PNBP menyediakan cara untuk mengembalikan pendapatan itu kepada TNI. "UU itu mengatur PNBP bisa diminta kembali, itu yang juga yang diatur dalam peraturan menteri pertahanan," katanya. Rekomendasi kedua yang bisa langsung ditindaklanjuti, ujar Sjafrie, terkait aktivitas oknum TNI yang `berbisnis` di luar tugas. "Jasa-jasa pengamanan itu bukan bisnis, tapi perilaku oknum," ujar dia. Tindak lanjut atas hal ini, menurut dia, adalah penertiban yang cukup diatur dengan surat edaran Panglima TNI. Tentang keberadaan koperasi di lingkungan TNI, Sjafrie mengatakan, termasuk dalam kategori yang harus diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden. Implementasinya, kata dia, harus dilihat secara sistematis. "Strategi timnas harus sistematis, realistis, dan sinkron dengan peraturan perundangan yang berlaku, dalam hal ini UU tentang koperasi," kata dia. Sistematis, artinya harus jelas siapa berbuat apa dalam proses pengalihan bisnis TNI ini. Realistis, tambah dia, harus bisa dipisahkan mana yang bisnis dan mana yang memang sekedar koperasi atau yayasan. "Pengalihan ini berdasarkan Kepres, jangan sampai pelaksanaannya bertabrakan dengan UU yang lebih tinggi," ujar Sjafrie.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008