Jakarta (ANTARA News) - Nilai kepahlawan para pejuang Indonesia khususnya Panglima Besar (Pangsar) Jenderal Soedirman diharapkan menjadi spirit dan contoh bagi para pemimpin dan rakyat Indonesia saat ini untuk memerangi kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan, kata Ketua Umum lembaga kajian Jenderal Soedirman Center (JSC) H Bugiakso di Jakarta, Kamis. Bugiakso yang juga cucu Pangsar Jenderal Soedirman itu mengemukakan hal berkenaan rencana JSC mengadakan peringatan Hari Pahlawan Nasional, 10 November 2008 yang juga didampingi Sekjen JSC H Nur Achmad Affandi dan Deputi JSC Gunawan. Menurut Bugiakso, nilai kepahlawanan yang telah dilakukan Pangsar Jenderal Soedirman yakni mempertahankan kemerdekaan RI dari agresi Belanda pada 1947 dengan melakukan perang gerilya yang terbukti Belnda tidak mampu mengalahkan TNI yang didukung rakyat Indonesia. Ajaran Pangsar Jenderal Soedirman "Rakyat tidak boleh menderita, biar kami pemimpin yang menderita", dengan tetap bergerilya meski dalam kondisi sakit parah dan ketika sejumlah pemimpin RI memilih untuk menyerah kepada Belanda, sehingga sikap Pangsar Jenderal Soedirman patut menjadi contoh bagi pemimpin sekarang untuk menyelesaikan permasalahan bangsa seperti kemiskinan, pengangguran dan ancaman krisis ekonomi. "Pangsar Jenderal Soedirman juga mengajarkan agar seluruh bangsa Indonesia berjuang secara iklas dan tanpa pamrih, agar para pemimpin mampu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sesuai amanat Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila," katanya. Menurut Ketua Umum Keluarga Besar Putra Putri Polri (KBP3) itu, alasan JSC untuk merevitalisasi pemikiran Pangsar Jenderal Soedirman dan mendoakan arwahnya, antara lain mendukung persatuan nasional dalam persatuan perjuangan dengan minimum program anti kapitalisme internasional dan anti imperalisme, namun sekarang justru yang terjadi gontok-gontokan antara elit politik yang dibawa ke tingkatan akar rumput dalam situasi di mana elit politik dan oligarki partai besar yang tanpa "platform". Pangsar Jenderal Soedirman melarang tentara menyakiti rakyat dan memerintahkan tentara berpuasa tiga hari untuk meresapi arti penting kemerdekaan 100 persen, sedang program industrialisasi nasional, pembaruan agraria, reformasi sektor keamanan untuk mewujudkan tentara dan polisi yang kuat dan tidak menyakiti hati rakyat saat ini juga belum bisa diwujudkan. "Kondisi obyektif dalam perjuangan Pangsar Jenderal Soedirman dalam konteks kekinian adalah situasi transisional. Tahun 1945-1949 adalah masa transisi dari kolonial ke kemerdekaan nasional, sedangkan sekarang adalah masa transisi demokrasi yang panjang sejak 1998," kata Bugiakso. JSC dalam menyambut Hari Pahlawan Nasional 10 November 2008, antara lain menyelenggarakan acara Zikir untuk Pangsar Jenderal Soedirman dan Haul Pahlawan Nasional di Yogyakarta pada 2 November 2008 di Desa Donolayan, Kabupaten Sleman, Yogakarta yang akan diikuti 50.000 umat Islam se Wilayah Jateng dan DIY. Zikir di lapangan Nagrog Garut, Jabar pada Kamis 7 November 2008 yang akan diikuti 10.000 umat Islam se-Jawa Barat dan Haul Akbar Pahlawan Nasional pada Minggu 10 November 2008 di Tugu Pahlawan Surabaya yang akan dihadiri 10.000 umat Islam se wilayah Jatim.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008