Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan empat mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) sebagai tersangka dugaan korupsi aliran dana BI Rp100 miliar kepada para mantan petinggi BI dan anggota DPR. Keempat mantan deputi BI tersebut adalah Aulia Pohan, Aslim Tadjuddin, Maman H. Soemantri, serta Bunbunan Hutapea. Ketua KPK Antasari Azhar di Jakarta, Rabu, mengatakan, penetapan empat mantan Deputi Gubernur BI sebagai tersangka itu didasarkan pada proses penyidikan, fakta persidangan, dan putusan perkara mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah. Dalam persidangan terungkap bahwa para deputi gubernur BI dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) 3 Juni 2003 dan 22 Juli 2003 memberi persetujuan penggunaan dana YPPI. Mereka adalah Aulia Tantowi Pohan, Bunbunan Hutapea, Aslim Tadjuddin, Anwar Nasution, dan Maman H. Soemantri. Dari lima nama yang tersebut, hanya Anwar Nasution yang tidak disebut sebagai tersangka oleh KPK. Setelah penetapan tersebut, KPK akan segera memeriksa semua pihak yang diduga terkait. KPK juga segera melayangkan surat panggilan kepada para saksi dan tersangka untuk menjalani pemeriksaan pada 3 November 2008. "Sikap KPK ini diambil secara profesional, bukan karena keinginan dari pihak manapun," kata Antasari menambahkan. Antasari menegaskan, pengusutan kasus dana BI belum berhenti. "Adapun pihak lain yang terkait, KPK tetap akan meminta pertanggungjawaban kepada pihak manapun yang mungkin terkait," kata Antasari. Burhanuddin Abdullah divonis lima tahun penjara dalam perkara dugaan korupsi aliran dana BI sebesar Rp100 miliar kepada para mantan petinggi BI dan anggota DPR. "Menyatakan terdakwa Burhanuddin Abdullah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata ketua majelis hakim Gusrizal saat membacakan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Burhanuddin terbukti melanggar hukum, seperti diatur dalam pasal 2 ayat (1) UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP. Dalam perkara itu, Burhanuddin juga wajib membayar denda Rp250 juta subsidiair enam bulan kurungan. Majelis hakim mempersalahkan Burhanuddin yang turut menyetujui usul Deputi Gubernur BI Bunbunan Hutapea pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 3 Juni 2003. Saat itu Bunbunan mengusulkan penggunaan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) sebesar Rp100 miliar. Dalam perkembangannya, dana itu dialirkan kepada beberapa mantan petinggi BI yang terjerat kasus hukum dan kepada beberapa anggota DPR untuk menyelesaikan masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan revisi UU BI. Majelis hakim menyatakan, penggunaan dana dari luar untuk keperluan BI tidak bisa dibenarkan. Bantuan hukum untuk para mantan petinggi BI seharusnya menggunakan dana dari Direktorat Hukum BI. Sedangkan segala keperluan untuk DPR seharusnya menggunakan dana yang disediakan oleh sekretariat DPR. Dalam pertimbangan hukum, Ketua majelis hakim Gusrizal menyatakan, tindakan Burhanuddin bukanlah tindakan yang berdiri sendiri, melainkan dilakukan bersama dengan para Deputi Gubernur BI. "Ada bentuk persetujuan bersama," kata Gusrizal. Dia merinci, persetujuan penggunaan dan pengembalian dana YPPI itu diambil dalam RDG pada 3 Juni 2003 dan 22 Juli 2003. Majelis menilai, para Deputi Gubernur BI yang hadir dan memberikan persetujuan dalam RDG itu turut terlibat. Mereka adalah Aulia Tantowi Pohan, Bunbunan Hutapea, Aslim Tadjuddin, Anwar Nasution, dan Maman H. Soemantri. Menurut majelis, tanpa adanya persetujuan para anggota Dewan Gubernur, pemberian uang kepada para mantan pejabat BI dan anggota DPR tidak akan terjadi. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008