Solo (ANTARA News) - Dewan pimpinan pusat Jamaah Ansharud Tauhid (JAT) Surakarta, Abu Bakar Baasyir menolak pelaksanaan eksekusi mati terhadap tiga terpidana mati, Amrozi, Mukhlas, dan Imam Samudra. "Kami menolak pelaksanaan apa yang dianggap eksekusi mati terhadap saudara Muslim kami," kata Baasyir di Surakarta, Jumat. Selain itu, Baasyir juga menganggap bahwa putusan tersebut adalah putusan zalim yang dilakukan pemerintah, karena bertentangan dengan hukum Allah SWT dan tidak berdasar fakta yang sebenarnya. "Keputusan itu, melanggar prinsip dasar hukum UUD 19945 Pasar 28 (1) dan pasar 1 KUHP yang mereka percayai," katanya. Baasyir menilai pemerintah telah melakukan pembunuhan tanpa alasan yang benar, karena sampai detik ini mereka tidak mampu membuktikan siapa pelaku sesungguhnya atas peledakan bom di Bali tersebut. "Siapapun para pejabat yang telah melegalkan pelaksanaan dan membantu eksekusi harus dimintai pertanggungjawaban," katanya. Dasar hukum eksekusi UU teroris yang diberlakukan, kata Baasyir, hanya untuk bom Bali saja. Namun, untuk teror yang diperankan lainnya seperti di Poso, Ambon, Lampung, dan Tanjung Priok tidak diperlakukan, dimana ribuan umat Islam menjadi korban. Secara hukum pemerintah telah bertindak sangan diskriminatif terhadap umat Islam. Menurut Baasyir, pemerintah mempunyai kewajiban untuk menghukum mati para teror yang berperan terhadap umat Islam di Ambon, Maluku, Lampung, dan Tanjung Priok, dan Poso yang telah menelan ribuan korban umat Islam dibanding bom Bali. Hal tersebut, kata Baasyir, semuanya telah diskenario dan tiga terpidana mati tersebut kambing hitamnya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008