Surabaya (ANTARA News) - Selasa, 4 Nopember 2008 masyarakat dunia memfokuskan perhatiannya pada pemilihan presiden negara adidaya, AS, yang menyandingkan dua calon Barack Obama dari Partai Demokrat dan John McCain dari Republik. Saat bersamaan, 29 juta lebih warga Jawa Timur melakukan pencoblosan memilih Gubernur "Bumi Majapahit" untuk lima periode 2008-2013. Pilgub Jatim putaran kedua ini diikuti Khofifah Indar Perawansa yang berpasangan dengan Mudjiono (Ka-ji) dan Soekarwo berpasangan dengan Saifullah Yusuf (Karsa). Bila di negeri Paman Sam, isu pertarunangan terkait ras, dimana Obama keturunan kulit hitam Afrika (mewakili generasi muda) dan MaCain (mewakili generasi tua/veteran) adalah bule. Sedangkan di Jatim isu hangatnya terkait gender, di mana Khofifah perempuan dan Pakde Karwo pria. Andai Obama menang, maka ia menjadi Presiden AS kulit hitam pertama, dan bila Khofifah juga menang, maka ia Gubernur perempuan pertama bagi Jatim. Namun, khusus Pilgub di provinsi paling timur Pulau Jawa yang diklaim 60 persen lebih dari 37,7 juta jiwa warganya, adalah "warga" NU (nahdliyin), bisa jadi merupakan "pertarungan" kader NU. Pasalnya, Khofifah yang mantan Menteri Perberdayaan Perempuan di era Presiden Gus Dur, adalah Ketua Muslimat (kini nonaktif), dan Gus Ipul yang mantan Menteri Pembangunan daerah tertinggal, juga di era Gus Dur adalah Ketua Anshor (enggan nonaktif), yang keduanya adalah organisasi massa "bawahan" NU. Tetapi, bila ditilik dari "kadar" ke-NU-annya, tentunya masih lebih kental Khofifah yang juga anggota DPR RI dari PKB serta pemimpin kalangan perempuan NU (Fatayat). Sementara Saifullah Yusuf yang kartib disapa Gus Ipul walau keponakan Gus Dur, dan kini justru "cerai" dengan Gus Dur, dikenal sebagai "kutu loncat". "Kutu loncat" dimaksud, Gus Ipul menggunakan "kendaraan" politiknya untuk memperoleh jabatan, dari PDIP "loncat pagar" ke PKB dan kini PPP. Namun, PPP justru "memberangkatkan" Khofifah dalam Pilgub Jatim kali ini, sementara Gus Ipul yang berpasangan dengan Pakde Karwo (Soekarwo) diberangkatkan PAN dan PD. Klaim lebih NU juga dikemukakan oleh Khofifah yang menilai Gus Ipul bukan saingannya, karena hanya sebagai Cawagub, sementara dirinya Cagub. "Jadi warga NU tentunya lebih `enjoy` bila kader NU menjadi Jatim I (Gubernur), dan bukan jadi `ban serep` alias Wagub," kata Khofifah dalam setiap kesempatan kampanye maupun bertemu massa pendukungnya. Khofifah juga mengklaim, "saatnya orang NU memimpin Jatim. Pasalnya selama ini belum ada Nahdliyin memimpin Jatim yang mayoritas warganya orang NU". Tidak hanya itu, Hasim Muzadi, Ketua PBNU, secara pribadi mendukung dan berharap warga Nahdliyin memilih Khofifah. Bahkan, "pecahan" PKB yaitu PKNU terang-terangan mendukung Ka-ji. "Merasa" kadar ke-NU-annya "karatnya" lebi kecil, pasangan Karsa bermanuver dengan menggalang para kiai berpengaruh di Jatim yang selama ini masih enggan dipimpin perempuan. Dukungan para kiai ini bahkan diumumkan melalui iklan di berbagai media cetak dan elektronik di Jatim. Banyaknya kiai dan Badan-Badan Otonom (Banom) NU yang menyatakan terang-terangan mendukung Karsa maupun Ka-ji, Ketua Tanfidziyah PWNU Jatim, K.H Mutawakkil Alallah menyatakan bahwa perbedaan itu jangan dilihat adanya perpecahan internal NU. Bahkan NU menjadi contoh untuk organisasi lainnya bahwa demokrasi berjalan ditubuh NU. Ia menambahkan, keberadaan kiai-kiai akan menyejukan calon yang kalah seperti pada (Pilgub) putaran pertama. Para kiai membuat para calon (tiga pasangan) yang gagl melaju putaran kedua untuk menerima hasil Pilgub. Imbang Pasangan Karsa yang "menang" pada putaran pertama, dan Ka-ji yang menyodok diurutan kedua, padahal pasangan ini terakhir dicalonkan (sekitar 1,5 bulan sebelum coblosan Pilgub) menjungkalkan tiga pasangan lainnya yang diusung parpol besar di Jatim. Tiga pasangan dari parpol tiga besar (Pemilu 2004) di Jatim yang terjungkal di putaran pertama adalah Achmadi-Suhartono (Ahsan) yang diusung PKB, Sujipto-Ridwan Hisham (SR) diberangkatkan PDIP dan Soenarjo-Ali Maschan Moesa (Salam) diusung Partai Golkar. PKB yang lagi amburadul, di Jatim baik kubu Gus Dur maupun Muhaimin mengklaim mendukung Karsa, namun dibantah DPP PKB yang menyatakan belum memutuskan mendukung pasangan Karsa atau Ka-ji. Bahkan pendukung militan Khofifah "mengancam" hengkang dari PKB, bila DPW PKB Jatim mengarahkan dukungan kepada Karsa Sementara PDIP secara tegas mendukung Ka-ji. Bahkan Megawati sempat "kampanye" di berbagai daerah di Jatim untuk memberikan dukungan kepada Khofifah. Tidak hanya itu, PDIP memasang iklan besar-besaran dibeberapa surat kabar terbitan Jatim, "mendukung Khofifah sama dengan mendukung Megawati". Sedanghkan Golkar, DPD Jatim secara resmi tidak mendukung, tetapi beberapa DPC-nya terang-terangan mengalihkan dukungan ke Karsa. Melihat peta politik di Jatim, berbagai kalangan menilai bahwa Pilgub putaran kedua berlangsung alot, dalam arti berimbang. Jadi siapapun yang menang, akan meraih memenangan dengan selisih suara tipis. Berdasarkan survei terbaru kerja sama Lembaga Survei Nasional (LSN) dan Surabaya Survei Centre (SSC), menunjukkan kalau pemenang Pilgub Jatim putaran kedua sulit diprediksi. Direktur Eksekutif LSN, Umar S Bakry mengatakan, pasangan Ka-ji dan Karsa masih bersaing ketat dalam memperebutkan suara publik, sehingga tingkat popularitas dan elektabilitas kedua pasangan terpaut tipis. Survei LSN dilaksanakan di 38 kabupaten/kota di Jatim mulai 6 hingga 17 Oktober. Responden berjumlah 1.000 orang yang diwawancarai secara tatap muka dan diperoleh melalui teknik pencuplikan acak bertahap, dengan "sampling eror" 3,1 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen. Menurut temuan LSN-SSC, dukungan terhadap Ka-Ji dan Karsa hampir berimbang di semua kabupaten/kota di Jatim, sehingga sulit mengatakan wilayah "Pendalungan" (Jatyim belahan timur) milik pasangan mana dan "Mataraman" (Jatim belahan barat) milik pasangan mana. Mengenai tingkat popularitas, lanjut Umar, Cagub Soekarwo unggul tipis atas Khofifah. "Sebanyak 84,7 responden mengaku kenal terhadap Soekarwo, sementara sebanyak 84,3 persen responden mengaku kenal Khofifah. Untuk Cawagub, popularitas Saifullah Yusuf lebih unggul dibandingkan Mudjiono," katanya mengungkapkan. Namun dalam hal elektabilitas atau keterpilihan, Ka-Ji dan Karsa bersaing ketat dan secara metodologi survei sulit untuk mengatakan siapa yang unggul. "Jika Pilgub dilaksanakan pada saat survei dilakukan, sebanyak 37 persen responden mengaku akan memilih Karsa, sementara yang mengaku akan memilih Ka-Ji sebanyak 37,9 persen dan 25,1 persen belum memutuskan pilihan," katanya menambahkan. Perbedaan 0,9 persen ini, tidak dapat disimpulkan Ka-Ji sudah pasti unggul terhadap Karsa, sebab dengan "margin of eror" survei sebesar 3,1 persen "swing voter" 3,1 persen berarti ada kemungkinan suara obyektif Karsa di lapangan lebih besar dari Ka-Ji, walaupun ada juga kemungkinan tetap lebih kecil dari Ka-Ji. Sementara itu sebanyak 41,28 persen pemilih SR mengaku akan memilih Ka-Ji dan 30,27 persen akan memilih Karsa, namun sebanyak 30,27 persen responden mengaku belum mempunyai pilihan apakah ke Karsa atau Ka-Ji. Sedangkan 41,28 persen pendukung Salam akan memilih Ka-Ji dan 29,59 persen akan memilih Karsa, namun 28,57 persen mengaku belum memutuskan apakah akan memilih Ka-Ji atau Karsa. (*)

Oleh Oleh Chandra HN Ichwani
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008